Keputusan Meta Berhenti Bekerja Sama Dengan Tim Pengecek Fakta Dianggap Berisiko

Keputusan Meta Berhenti Bekerja Sama Dengan Tim Pengecek Fakta Dianggap Berisiko
Ilustrasi Meta menguji coba fitur baru. Foto: Meta/deadline.com

Di India utara, seorang pria Muslim berusia 20 tahun dipukuli hingga tewas oleh massa setelah dituduh mengangkut sapi, yang merupakan hewan suci bagi umat Hindu, untuk disembelih.

Ia adalah korban dari para pembela hak sapi yang telah mendokumentasikan serangan mereka atas nama "perlindungan sapi" dalam setidaknya 166 video lainnya di Instagram.

Kasus seperti inilah yang menurut para ahli menumbuhkan kekhawatiran tentang kebijakan pengecekan fakta terhadap konten media sosial.

"Ujaran kebencian yang tidak terkendali tidak hanya menyebar secara daring — tetapi juga menyebar ke dunia nyata dengan konsekuensi yang mematikan," kata Raqib Hameed Naik, kepala Pusat Studi Kebencian Terorganisasi (CSOH).

Pakar memperingatkan jika kebijakan Meta ini meluas ke negara dengan demokrasi yang rapuh seperti India, Myanmar, dan Filipina, polarisasi, kekerasan, dan kekacauan sosial akan menjadi konsekuensinya.

"Beberapa negara ini sangat rentan terhadap misinformasi yang memicu ketidakstabilan politik, campur tangan pemilu, kekerasan massa, dan bahkan genosida," kata Jaringan Pemeriksa Fakta Internasional (IFCN).

Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp mendominasi sebagai sumber berita bagi miliaran orang, sehingga membuat mereka rentan terhadap disinformasi, ujaran kebencian, dan propaganda politik.

Di Filipina, mitra pemeriksa fakta Meta, termasuk AFP dan Vera Files, berperan penting dalam melawan disinformasi terkait pemilu.

Keputusan Meta untuk memberhentikan kerja sama dengan pemeriksa fakta independen mengancam akurasi konten di media sosial negara Asia termasuk Indonesia

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News