Keputusan Meta Berhenti Bekerja Sama Dengan Tim Pengecek Fakta Dianggap Berisiko
Selama krisis Rohingya tahun 2017, Facebook diketahui telah memainkan peran penting dalam penyebaran ujaran kebencian, yang berkontribusi terhadap kekerasan terhadap minoritas Muslim.
Meskipun telah berjanji untuk mengatasi kegagalan, Facebook tetap menjadi sarang disinformasi di sana.
Naw Wah Paw, direktur The Red Flag yang berfokus pada penelitian dan pemantauan media sosial, mengatakan militer dan aktor lainnya sudah berpengalaman dalam menghindari deteksi dan memicu kekerasan.
"Kita menghadapi peningkatan misinformasi, propaganda, dan kampanye disinformasi militer," kata Naw Wah Paw.
"Kami telah melacak unggahan yang menggunakan istilah seperti 'bertelur' yang berarti mengebom atau 'berdandan' yang berarti memukul seseorang.
"Tanpa pemeriksa fakta, platform seperti Facebook berisiko menjadi lebih kacau."
Ia mengatakan mitra pemeriksa fakta Meta, yang diharuskan memenuhi standar nonpartisan yang ketat, sangat penting dalam hal memahami bahasa dan konteks setempat.
Keputusan Meta untuk memberhentikan kerja sama dengan pemeriksa fakta independen mengancam akurasi konten di media sosial negara Asia termasuk Indonesia
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif
- Dunia Hari Ini: Sandera Israel dan Palestina Dibebaskan Setelah 15 Bulan Perang di Jalur Gaza
- Viral AMDK Keruh Dinilai 'Berbau' Persaingan Bisnis Tak Sehat
- Threads Menyiapkan Fitur Menyematkan Musik dalam Unggahan
- Hati-Hati, Penipuan Berkedok Lowongan Petugas Haji di Media Sosial
- Ajang Vape 5 Styles Berhadiah Rp 405 Juta, Buruan Ikutan!
- Warga Indonesia di Los Angeles Harus Mengungsi Akibat Kebakaran