Kerap Berurusan dengan Preman dan Aparat Keamanan
Jumat, 31 Mei 2013 – 05:14 WIB
"Pernah uang saya tinggal Rp 25 ribu. Padahal, saya harus memberi makan sepuluh anak asuh. Akhirnya ya kayak di penampungan. Makan lauk sama nasi seadanya, yang penting semua kebagian," ungkap Shei dengan logat Surabaya.
Shei awalnya tidak pernah punya pikiran untuk mengurusi anak-anak jalanan. Sebab, kegiatannya sebagai mahasiswi sudah cukup padat. Namun, suatu malam Shei yang nongkrong bersama kawannya di warung angkringan terusik dengan kehadiran dua anak jalanan perempuan. Mereka tidak mengganggu Shei, melainkan mengejar truk sampah yang lewat. Rupanya, keduanya tengah teler berat.
Melihat kondisi lusuh dua anak perempuan tersebut, Shei iba. Dia lalu mengajak keduanya untuk ikut makan di warung tersebut. Tanpa berpikir panjang, keduanya makan dengan lahap.
"Mereka bernama Wati dan Lisa. Usianya waktu itu sekitar 12 tahun. Saat itu mereka lagi mabuk obat. Bukan drug yang mahal, tapi drug murahan yang cukup populer di kalangan anak jalanan," urainya.
PRIHATIN dengan banyaknya anak jalanan yang tak terurus, Shei Latiefah turun ke jalan. Lewat komunitas Save Street Child (SSC), dia berupaya untuk
BERITA TERKAIT
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas