Kereta Hijau
Oleh Dahlan Iskan
Sebenarnya saya menyesal. Akhirnya. Apalagi teman Singapura saya itu.
Ternyata saya salah sangka. Saya kira saya akan naik kereta peluru. Yang sudah beroperasi sampai Xinjiang. Yang kecepatannya 350 km/jam itu.
Sesal kemudian tidak apa. Saya bisa segera move on. Saya berhasil menyembunyikan ekspresi kecewa. Terutama di depan Robert.
Justru Robert-lah yang kelihatan menekuk leher. Terlihat cemas di wajahnya. Tampak sangat kecewa di hatinya, tetapi tidak berani berkata-kata.
Tiba-tiba saja ia tertawa lebar: “Hahahaha... Enjoy live!" teriaknya. Membuat orang di stasiun itu melongo padanya.
Ia pun bisa move on --setengahnya.
Malam sebelumnya Robert ke supermarket. Membeli seprai, selimut, handuk, sikat gigi, antibakteri dan banyak lagi. Juga membeli bantal.
Ia tidak mau saya terinfeksi penyakit.