Kereta Luxury

Oleh: Dahlan Iskan

Kereta Luxury
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Saya tidak mempersoalkan yang tidak logis seperti itu. Saya masih kuat jalan. Toh, tidak membawa koper.

Saya hanya membawa tas kresek isi satu baju –lupa tidak mengembalikan jas pinjaman dari Syekh Panji Gumilang dua tahun lalu.

Begitu masuk gerbong saya sempat terpana: bagus. Seperti di pesawat kelas bisnis internasional.

Saya coba atur tempat duduk menjadi tempat tidur. Bisa. Penggerak elektroniknya baik. Memang pilihan materialnya tidak sebaik di pesawat, tapi cukup baik.

Sebelum tidur saya hitung dulu jumlah kursi yang terisi: 14 orang. Berarti 50 persen. Saya coba bertanya ke beberapa orang: mengapa pilih kelas mahal.

"Saya takut naik pesawat," ujar seorang Ai lantas tersenyum. Dia akan ke Jakarta. Bersama suami.

Ai adalah panggilan untuk wanita Tionghoa yang berarti tante. Setiap ke Jakarta dia naik luxury.

"Bagaimana kalau ke luar negeri"?

MUMPUNG harus turun di Cirebon: ingin mencoba gerbong kereta api kelas luxury. Pergi ke Pesantren Al Zaytun sungguh nanggung: naik pesawat jauh. Naik mobil pun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News