Kerja Berjam-jam Lamanya Sebabkan Banyak Kematian Terkait Penyakit Jantung, Menurut WHO

Studi ini menunjukkan pekerja yang tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat, mencakup Cina, Jepang dan Australia, adalah yang paling terpengaruh.
Secara keseluruhan, studi yang melibatkan data dari 194 negara menyimpulkan bekerja 55 jam atau lebih dalam seminggu mengakibatkan risiko stroke 35 persen lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan bekerja . 40 jam seminggu.
Studi mencakup periode tahun 2000-2016, sehingga tidak termasuk masa pandemi COVID-19.
Namun pejabat WHO mengatakan lonjakan kerja secara jarak jauh dan perlambatan ekonomi global akibat darurat virus ckorona mungkin telah meningkatkan risiko juga.
"Pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja," kata WHO, memperkirakan bahwa setidaknya 9 persen orang bekerja dengan jam kerja yang panjang.
Staf WHO, termasuk ketuanya, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan mereka telah bekerja berjam-jam selama pandemi dan Dr Neira mengatakan badan PBB akan berusaha memperbaiki kebijakannya sehubungan dengan penelitian tersebut.
Frank Pega dari WHO menjelaskan pengurangan jam kerja akan bermanfaat bagi pengusaha karena telah terbukti meningkatkan produktivitas.
"Suatu pilihan cerdas bila tidak memperpanjang jam kerja dalam situasi krisis ekonomi," katanya.
Organisasi kesehatan dunia menyatakan bekerja berjam-jam lamanya telah menyebabkan kematian ratusan ribu orang setiap tahun
- Daya Beli Melemah, Jumlah Pemudik Menurun
- Dunia Hari Ini: Mobil Tesla Jadi Target Pengerusakan di Mana-Mana
- 5 Makanan yang Tidak Baik untuk Jantung
- Kabar Australia: Pihak Oposisi Ingin Mengurangi Jumlah Migrasi
- Serikat Karyawan Garuda Indonesia Desak Transparansi Manajemen
- Dunia Hari Ini: Unjuk Rasa di Turki Berlanjut, Jurnalis BBC Dideportasi