Keropak Pernah Hanya Berisi Bungkus Permen dan Amplop Kosong
’’Bagi kebanyakan orang, arti seikhlasnya itu ya gratis. Pernah kok di dalam keropak itu hanya berisi bungkus permen, amplop kosong, dan bedak. Tapi, saya harus tetap ikhlas,’’ katanya.
Pada pertengahan 2003, Ridwan mendapat tawaran menjadi pelatih nasional olimpiade matematika. Tawaran tersebut datang dari guru SMA-nya. Pekerjaan tersebut mampu membantu biaya operasional KPM. Bahkan, sejak itu Ridwan bisa meng-hire guru untuk membantunya di KPM. Namun, tidak mudah mencari tenaga pengajar yang rela dibayar seikhlasnya. Akibatnya, tidak sedikit guru yang kabur, usai mengikuti training dari Ridwan.
’’Saya pernah melatih 30 calon guru KPM. Ketika saya tanya apa mereka mau dibayar seikhlasnya, sebagian besar kabur. Hanya satu dua yang bertahan dan biasanya mereka mahasiswa yang butuh tambahan biaya kuliah,” tutur dia.
Kendala itu juga tidak memudarkan semangat Ridwan. Sedikit demi sedikit upaya Ridwan membuahkan hasil. Jumlah muridnya terus bertambah. Bahkan, dia harus merelakan rumahnya untuk dijadikan tempat kursus.
“Jadi saya dan keluarga yang pindah ke rumah kontrakan, sementara kantor KPM pakai rumah saya. Bahkan kalau kontrakannya habis, saya dan keluarga harus pindah lagi. Tapi, Alhamdulillah, istri saya sama sekali tidak keberatan,”urai penerima penghargaan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2007 itu.
Tidak hanya itu, sebagai pelatih nasional olimpiade, Ridwan beberapa kali berhasil membuat siswa-siswanya meraih kemenangan di olimpiade matematika tingkat nasional dan internasional. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang lantas menanyakan metode pembelajaran matematika yang diajarkan Ridwan para siswanya. “Banyak yang bilang, kok anak saya pulang-pulang dari sini, jadi pinter matematikanya,”ujarnya.
Ridwan menjelaskan, memang ada metode khusus yang digunakannya. Dia menyebutnya metode Matematika Nalariah Realistik. Sesuai namanya, metode pembelajaran tersebut menggunakan penalaran dalam memahami matematika. “Jadi menggunakan matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari,”kata dia.
Metode matematika nalariah realistic tersebut pun mulai diterapkan pada 2005. Seiring berjalannya waktu, KPM pun makin besar. Keberhasilan Ridwan membawa murid-muridnya meraih medali dalam sejumlah olimpiade matematika, ikut membantu berkembangnya KPM.
Jumlah murid dari kalangan berada pun terus bertambah. Hal tersebut membantu operasional KPM dan upaya subisidi silang bagi siswa-siswa yang tida mampu. Ridwan pun mulai menerapkan pembagian kelas. Ada kelas regular dan kelas khusus atau kelas berbakat. Kelas regular diperuntukkan bagi setiap siswa yang mendaftar di KPM. Sementara kelas berbakat dikhususkan bagi siswa yang berhasil mengikuti seleksi ketat terlebih dahulu. Siswa yang berada di kelas berbakat ini memang dipersiapkan untuk mengikuti sejumlah kompetisi matematika.
Anak ketiga dari lima bersaudara itu mengakui, sebagai pelatih nasional olimpiade, dia menyaksikan para peserta olimpiade, pada umumnya berasal dari kalangan mampu. Karena, biaya kursus khusus olimpiade cukup mahal. Bahkan, ada anak yang sampai menghabiskan Rp 20 juta hanya untuk persiapan mengikuti olimpiade. “Nah kalau anak-anak yang nggak mampu kan nggak bisa ikut. Karena itu, lewat KPM saya ingin memberikan kesempatan kepada semua anak, termasuk golongan tidak mampu, untuk mengikuti olimpiade. Dan terbukti, mereka juga sering menang,”urai dia.
Namun, meski seikhlasnya, Ridwan cukup disiplin dalam mendidik murid-muridnya. Di samping kemampuan akademis, dia juga getol dalam upaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan murid-muridnya. Karena itu, setiap murid memiliki kartu sholat untuk mengukur kerajinan ibadah. Di samping itu, setiap siswa juga memiliki PR akhlaq dan target hafalan Al-Quran. Mereka juga diminta menjalankan satu diantara tujuh sunnah, seperti shalat Dhuha atau shodaqoh. “Kalau ada yang misalnya nggak sholat, kita biasanya suruh push up,”ujarnya.
Tidak hanya itu, Ridwan juga tidak segan mengeluarkan anak yang bandel. Dia menuturkan, dalam kelas berbakat, ada sistem eliminasi. Jika nilai siswa menurun atau kelakuannya buruk, maka dia akan dikeluarkan. “Begitu juga kalau ada anak dari kelas regular atau khusus yang tidak masuk tiga kali dalam satu semester, itu juga kita keluarkan,”tegasnya.
Kedisiplinan tersebut juga berlaku bagi orang tua siswa. Keberhasilan Ridwan dalam mengembangkan KPM tidak lepas dari upayanya mengedukasi orang tua siswa terkait metode pembayaran seikhlasnya. Dia menguraikan, untuk kelas regular, digelar pertemuan orangtua murid sekali dalam satu semester. Sementara untuk kelas berbakat, sekali dalam sebulan. “Kalau mereka tidak datang sekali saja, saya pecat,” kata dia.
Dalam pertemuan tersebut, Ridwan memaparkan metode pembayaran dengan memberikan contoh dari pengalaman-pengalaman pribadinya. “Ya saya cerita pengalaman, kalau orang nolong itu, biasanya berhasil. Dan itu sedikit banyak sukses. Akhirnya orang tua pun sadar metode ini bukan berarti bayar gratis,”ujarnya.
Ridwan mengisahkan pernah ada peristiwa yang cukup menggemparkan terkait pertemuan orang tua siswa. Kala itu, dia mengundang 500 orang tua siswa untuk mengikuti pertemuan. Ternyata yang hadir hanya 25 orang. Otomatis, sisanya pun dipecat. “Anaknya datang les, saya suruh pulang. Akhirnya, mereka saya suruh bikin surat pernyataan minta maaf,” ungkapnya sembari tersenyum.
Saat ini, di samping membuka cabang, Ridwan juga melebarkan sayap KPM di daerah-daerah tempat tinggal para guru KPM. Nama program tersebut Rumah Pendidikan MIPA (RMP). Program tersebut diperuntukkan bagi para siswa yang tidak bisa datang untuk belajar ke KPM. “Karena kan di sini lokasinya juga jauh dari perkotaan. Jadi kadang ada yang kesulitan datang kemari, apalagi anak yang nggak mampu. Makanya saya adakan RPM,”katanya.
Tidak hanya itu, Ridwan juga membuka kelas taekwondo, pencak silat dan bahasa Inggris. Sama seperti kelas matematika, dia juga menerapkan metode bayar seikhlasnya. Ke depan, Ridwan mempunyai mimpi bisa mendirikan KPM di setiap kota di Indonesia. “Itu mimpi saya, semoga bisa terwujud,”imbuhnya. (***)
Siapa sangka lembaga bimbingan belajar rintisan Ridwan Hasan Saputra itu kini berkembang pesat. Siapa sangka para siswanya, yang kebanyakan dari
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara