Kertajati Mati
Oleh: Dahlan Iskan
Empat orang pun unjuk jari. Saya minta mereka naik panggung. Saya ingin mendengar ada ide apa dari orang-orang daerah sendiri.
"Pesawat yang mendarat di Kertajati mengeluh harga avturnya lebih mahal," kata salah satunya.
Saya tidak tahu kebenaran pendapatnya itu, tetapi dia bilang begitulah adanya.
"Semestinya ada shuttle bus dari Bandung dan dari Cirebon," ujar satunya lagi. "Saya heran mengapa konektivitas seperti itu tidak dipikirkan," tambahnya.
Saya juga tidak tahu apakah saat penutupan Bandara Husein tidak dibarengi pengadaan shuttle bus seperti dimaksud. Aneh juga.
"Kalau saya, rencana besar untuk kawasan ini harus dijalankan. Rencana itulah yang melatarbelakangi dibangunnya Bandara Kertajati," ujar pendapat ketiga.
Memang, dulu, pernah ada rencana besar, dengan nama besar: menjadikan Cirebon dan sekitarnya seperti kawasan ekonomi yang terintegrasi. Nama kerennya: Aglomerasi.
Ketika Bandara Kertajati selesai dibangun, jangankan sudah dilaksanakan, wacananya pun tidak bergema lagi.
Tidak ada taruhan yang lebih besar dari ini: menutup bandara Husein Sastranegara di Bandung demi menghidupkan bandara baru Kertajati di Majalengka.
- Sukurin, 3 Pelaku Perundungan Pria Berkebutuhan Khusus di Bandung Terancam 6 Tahun Bui
- Perusuh Bocor
- AIMA Electric Bikes Bandung Landmark Store Usung Tren Mobilitas Ramah Lingkungan
- Kesaksian Warga Temukan Mayat Edi di Kamar Kontrakan, Timbul Bau Busuk dan Lalat
- Polisi Tangkap Belasan Pemuda yang Buat Onar dan Rusak Warung di Bandung
- Manajer Istri