Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan

Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Profesor Romli Atmasasmita saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk, Senin (25/11). Foto: Kenny Kurnia Putra/jpnn.com

jpnn.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Profesor Romli Atmasasmita menyoroti proses hukum terhadap dugaan kerugian negara dalam kasus PT Timah tbk.

Dia mengkritisi metode penghitungan kerugian negara yang digunakan dalam perkara tersebut. 

Hal itu disampaikan saat menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang kasus korupsi PT Timah Tbk dengan terdakwa Tamron, Hasan Tjhi, Ahmad Albani, Buyung (Kwan Yung), selaku pihak swasta. Sidang lanjutan ini digelar PN Jakarta Pusat, Senin (25/11).

Menurutnya, penghitungan kerugian negara seharusnya hanya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Awalnya, dia menjelaskan kerugian keuangan negara dan kerugian negara itu berbeda. Kerugian keuangan negara pasti terkait dengan APBN atau APBD, sesuai definisi dalam Undang-Undang (UU). 

"Sementara kerugian negara bisa berasal dari aspek lain, seperti kerusakan lingkungan. Namun, mengukur kerugian lingkungan bukan wewenang BPK atau BPKP melainkan oleh ahli lingkungan,” kata Prof. Romli dalam persidangan.  

Dia juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, yang menghapus istilah “dapat” dalam frasa menimbulkan kerugian negara. 

MK sendiri menghapus kata "dapat" dalam perkara korupsi karena bertentangan dengan UUD 1945. 

Guru Besar Hukum Pidana Unpad Profesor Romli Atmasasmita menyoroti proses hukum terhadap dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi PT Timah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News