Kesalahan Pemerintah, tapi Warga yang Dibebankan
Namun, kata Titi, tetap saja pada UU 10/2016 akhirnya digolkan penggunaan e-KTP sebagai basis administrasi kepemiluan.
"Administrasi kependudukan melalui rezim e-KTP dipaksakan digunakan untuk basis adminsitrasi kepemiluan," jelasnya.
Akhirnya, Titi menegaskan, pemaksaan administrasi penduduk sebagai basis administrasi kepemiluan berakibat pada kisruhnya penyusunan DPT pilkada serentak 2017.
"Kok bisa-bisanya kita percaya diri menerapkan aturan yang punya persoalan di lapangan dan terpengaruh pada jaminan konstitusional hak warga negara," ujarnya.
Memang, kata dia, ada aturan soal surat keterangan (suket) yang bisa menjadi solusi.
Namun, itu tetap saja menjadi beban bagi warga negara untuk menggunakan hak konstitusionalnya.
Sebab, suket sifatnya bukan pelayanan, melainkan keaktifan. Suket baru bisa dikeluarkan jika masyarakat yang mengurusnya.
"Harusnya negara yang mengeluarkan suket. Bukan warga yang harus dibebani mengurus mendapatkan suket. Kan yang salah bukan warga negara," katanya.
Lebih parahnya lagi, yang hanya bisa digunakan suket pilkada dari dinas kependudukan dan catatan sipil.
- Seluruh Honorer Database BKN & Tercecer Jadi Peserta Seleksi PPPK 2024, Suket Tak Masalah
- Penjelasan BKN soal Suket Pendaftaran PPPK 2023, Honorer Jangan Salah Kaprah!
- 5 Langkah Mudah Membuat E-KTP Digital, Begini Caranya
- Faskes Terbatas, Calon PPPK Guru Kesulitan Mendapatkan Suket Kesehatan
- NIP PPPK: Biaya Suket Kesehatan di Blitar Jutaan Rupiah, Guru Honorer Pilih Kabupaten Lain
- NIP PPPK Guru Belum Diproses, Honorer Telanjur Bayar Suket Kesehatan Rp 535 Ribu