Kesambet Sambo

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Kesambet Sambo
Ferdy Sambo yang menjadi terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjalani persidangan beragendakan pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (17/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

Dalam sistem peradilan pidana dikenal ada juri yang diambil dari unsur orang awam di luar pengadilan. Jumlah juri ada 12 orang diambil secara acak.

Sistem juri di Amerika mengutamakan unsur sosial berdaulat dan membatasi kekuasan pemerintah. Kekuasan pemerintah tersebut dilakukan oleh penuntut umum dan hakim.

Amerika menganut adagium bahwa lebih baik membebaskan sepuluh orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Dasar ini pula yang membuat Amerika menganut sistem juri dalam peradilan pidana.

Hingga saat ini, sistem juri masih dianut oleh Amerika Serikat dalam menghadapi peradilan pidana. Juri inilah yang memutuskan seorang terdakwa bersalah atau tidak.

Juri tidak boleh mewawancarai terdakwa, tetapi dia mendengarkan semua keterangan terdakwa, saksi, penuntut umum, maupun hakim. Pada akhirnya keputusan juri mutlak alias tidak bisa diganggu gugat.

Memang sistem juri tidak bisa seratus persen objektif. Tentu sering terjadi keputusan yang dianggap subjektif.

Namun, sistem juri bisa mengurangi peran lembaga judikatif negara dalam mengambil keputusan. Sistem juri bisa mencegah terjadinya kesambet seperti yang mungkin dialami jaksa di Indonesia.

Menko Polhukam Mahfud MD dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa ada pesanan keputusan dalam tuntutan Ferdy Sambo.

Maling ayam pun dituntut 5 tahun, tetapi tiga terdakwa pembunuhan berencana terhadap Yosua dituntut 8 tahun. Nilai nyawa manusia ternyata hanya 1,5 kali ayam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News