Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil

Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil
Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil
Melihat rombongan kami sudah bersusah payah datang ke wilayahnya, bidan Wir dan warganya lantas menyiapkan minum dan makan siang. Padahal, ketika itu jam sudah sekitar pukul 14.00.Demi menjamu kami, mereka merelakan air mineralnya, teh botolnya, nasinya, ikan sardin dan mi instan untuk makan siang kami. Karena memang sudah kelaparan dan kehausan, rombongan kami tak sungkan lagi dengan suguhan itu.

Membayangkan sulitnya hidup sebagai pengungsi, saya tiba-tiba kehilangan kesanggupan untuk mengganyang suguhan mereka.  Untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering, saya mengambil segelas air mineral pemberian dr Singgih, pimpinan RS Petrokimia Gresik yang hari itu ikut mendampingi tim medisnya. Kepada saya, bidan berumur 35 tahun itu mengungkapkan kesedihannya karena empat pasiennya yang sedang hamil tua dan beberapa balita yang ada di wilayah binaannya, tewas digerus longsor. Sampai saat dia bercerita, mayat wanita dan anak-anak malang itu belum ada yang ditemukan.

Wirda adalah satu-satunya bidan di Koto Tinggi. Dia bertanggung jawab atas empat wilayah di sekitar itu. Bukan hanya luasnya wilayah yang menyulitkan Wirda, tetapi juga kondisi daerahnya yang berbukit-bukit. "Untuk mencapai daerah-daerah itu, kadang kami harus berjalan kaki berjam-jam," kisahnya.

Kalau sekadar datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, bagi Wirda bukan masalah. Meski berat, apalagi dengan kondisi yang hamil tua, ibu tiga anak itu tampaknya tak ingin mengeluh. Baginya, itu adalah tugas mulia. "Ini kan amanah, Bu. Saya bersyukur bisa berbuat untuk orang lain," tambahnya.

Perjalanan kembali ke Gunung Tigo ibarat menyibak kembali lembar buku yang dahulu belum rampung dibaca. Sebab, dalam perjalanan yang kedua, wartawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News