Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil

Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil
Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil
Tetapi, optimismenya bisa berubah menjadi tangis yang tak berujung, "Ketika ada yang proses kelahirannya bermasalah, kami harus menggendongnya turun dengan kain pandukuang (kain untuk mengayun bayi, Red). Setelah sampai di sini, baru dibawa dengan motor ke puskesmas di bawah sana. Untung kalau pas ada mobil lewat, bisa lebih cepat sampai ke puskesmas. Yang paling saya takutkan adalah kalau ibunya pendarahan," tuturnya dengan raut wajah yang tiba-tiba meredup.

   

Puskesmas terdekat yang dimaksud bidan Wirda itu ada di Korong Patamuan, yang jaraknya hampir 9 kilometer. Karena itu, bisa dibayangkan perjuangan dan pengorbanan bidan berjilbab tersebut dalam menjalankan tugasnya.Padahal, katanya sambil tersenyum, "Orang sini cenderung punya banyak anak, Bu. Bisa sampai tujuh-delapan orang anaknya.?

   

Wirda bersyukur sekali, akses jalan menuju ke Patamuan bisa segera membaik. "Meski belum normal betul, tapi sudah bisa dilalui motor dan mobil. Kami bersyukur sekali, Bu," kata bidan itu ketika bertemu lagi dengan saya dan Iyut pada hari ke-40 itu. Sebab, dalam waktu dekat, dua pasiennya melahirkan. Kondisi mereka sangat "spesial" dan butuh penanganan khusus. Karena, "Yang satu tinggi ibunya hanya 135 sentimeter dan ini anak pertama. Untung masih muda, 20 tahun. Satunya lagi, sudah umur 40, anemia berat dan ini anak keenam," tuturnya.

   

Menurut bidan bertubuh langsing itu, banyak ibu hamil di wilayahnya yang menderita anemia. Dia tidak tahu kenapa. Sebelum saya menemukan jawabnya, dr Teddy Herry Wardhana SpBO, ahli bedah tulang dari RSUD dr Soetomo Surabaya yang saat itu bertugas di RSU Kota Padang, juga mengeluhkan banyaknya korban yang anemia. Padahal, pasien itu harus dioperasi.Dari beberapa dokter di Padang, Pariaman, dan Padang Pariaman yang saya hubungi secara terpisah, saya dapatkan keterangan bahwa anemia dan kolesterol tinggi adalah keluhan kesehatan paling umum di tiga wilayah itu. Dan stroke merupakan insiden yang sangat sering terjadi di situ.

   

Perjalanan kembali ke Gunung Tigo ibarat menyibak kembali lembar buku yang dahulu belum rampung dibaca. Sebab, dalam perjalanan yang kedua, wartawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News