Ketabahan Mereka yang Menderita Penyakit Langka (2-Habis)

Bersyukur Banyak Teman yang Beri Semangat Hidup

Ketabahan Mereka yang Menderita Penyakit Langka (2-Habis)
Foto : Tomy C Gutomo/JAWA POS

Tepat seminggu, hasil analisis BMP keluar. Becky dinyatakan positif ITP. Sejak itu Becky harus menginsumsi delapan jenis obat yang harganya per dua minggu sekitar Rp 1,3 juta. Becky juga diperbolehkan pulang setelah trombositnya empat ribu.

Baru empat hari di kos, Becky mengalami perdarahan. Perutnya sakit luar biasa. Pada 17 Desember 2005, Becky pun kembali dilarikan ke RS Jakarta. Trombositnya terus turun hingga dua ribu. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi. Saking sakitnya, Becky sampai berteriak-teriak. Pasien yang sekamar dengannya sampai harus dipindah karena sangat terganggu. ’’Mataku juga perdarahan. Badan juga dipenuhi bisul kecil dan bernanah. Nyeremin banget pokoknya,’’ kata Becky.

Dokter meminta Becky melakukan tranfusi trombosit. Awalnya Becky menolak. Penganut Kristen Protestan itu meyakini transfusi darah tidak diperbolehkan. Namun, ayahnya, L.D.J. Siahainenia, mengambil sikap lain. ’’Kamu harus sembuh,’’ kata Becky menirukan ucapan ayahnya saat itu. Ayah Becky pun menandatangani surat transfusi trombosit. Malam itu juga putri keempat Siahainenia itu masuk ruang ICU.

Teman-teman Becky malam itu juga mencarikan darah golongan A untuk kebutuhan tranfusi. Sebab, dokter mensyaratkan, darah yang ditransfusikan harus segar. Bukan yang sudah menginap. Kebutuhannya cukup banyak, 40 kantong. Berkat kegigihan teman-temannya, kebutuhan darah itu terpenuhi juga.

Tiga tahun berjuang melawan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) membuat Rebecca Marthina terbiasa hidup ekstrahati-hati. Sebab, sembrono sedikit

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News