Ketemu Lokasi PLTA Berkelas Emas, Kelelahan Lunas
Jumat, 19 Agustus 2011 – 03:13 WIB
HUJAN turun sepanjang malam di Wamena. Sambil makan sahur di pedalaman Papua yang dingin itu, saya mengkhawatirkan gagalnya acara penting keesokan harinya: ekspedisi menyusuri tebing Sungai Baliem. Mencari lokasi yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bagi penduduk pegunungan tengah Papua. Kami pun mulai masuk ke tanah setapak menuruni gunung yang terjal, meloncati sungai kecil, naik lagi ke bukit, menyusuri bibir jurang yang curam, merayapi tebing yang berbatu, dan sesekali kepeleset jalan yang licin. Keringat mulai bercucuran. Jaket dan penutup telinga tidak lagi berfungsi. Gerimis sudah lama berhenti dan langit mulai membiru.
Pagi itu kami, empat direksi, pimpinan PLN setempat, dan beberapa penunjuk jalan, berangkat diiringi rintik-rintik hujan. Panitia membagikan topi Mbah Surip untuk mengurangi rasa dingin. Dua dokter membawa peralatan medis. Seorang lagi memanggul tabung oksigen.
Baca Juga:
Setelah 15 menit naik mobil melewati jembatan Sungai Walesi yang lagi ambles digerus banjir, jalan aspal itu tiba-tiba putus. Gunung besar di kanan jalan tersebut, rupanya, longsor menjadi banjir bandang yang menghancurkan apa saja, tak terkecuali jalan aspal itu. Mirip yang terjadi di Wasior, Papua Barat, yang menewaskan ratusan orang itu. Hancurnya jalan raya tersebut membuat banyak anak sekolah harus berjalan kaki sejauh 10 km setiap hari.
Baca Juga: