Ketentuan UU PNBP Rugikan Penyelenggara Jasa Internet
jpnn.com - JAKARTA - Ahli hukum pajak dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mustakiem menilai pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan produk hukum yang ragu-ragu. Menurutnya, ketentuan pasal di UU PNBP itu tidak selaras dengan kehendak Pasal 23A UUD 1945.
Hal ini disampaikan Mustaqiem saat menjadi saksi ahli pada persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu (30/4), terkait uji materi UU tentang PNBP dan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang diajukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia dan Front Pembela Internet. Kedua asosiasi itu meminta pasal-pasal di UU PNBP dibatalkan karena dalam praktiknya justru memunculkan berbagai pungutan yang hanya berdasarkan peraturan pemerintah.
Mustakiem mengatakan, keberadaan PNBP sama dengan pajak karena keduannya diatur dalam pasal yang sama, yaitu Pasal 23A UUD RI 1945. Beleid itu menyebut bahwa pajak dan pungutan-pungutan lain yang bersifat memaksa untuk negara diatur dengan undang-undang.
“Oleh karena itu, penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan yang menempatkan beban kepada rakyat, juga harus didasarkan pada Undang-undang bukan PP," sambung Mustakiem.
Sementara itu, ahli hukum tata negara Nimatul Huda mengatakan, Pasal 2 dan 3 UU PNBP yang diujikan telah merugikan atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak konstitusional para pemohon. Kesalahan norma ada pada pasal 3 ayat (2) yang memberi pilihan tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan UU atau peraturan pemerintah.
“Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa tarif atas jenis penerimaan negara membebani masyarakat, sehingga tidak tepat kalau diatur di luar undang-undang. Hal ini jelas menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata Nimatul.
Di tempat sama, Ketua APJII, Samuel Pangerapan yang hadir dalam sidang berharap penjelasan para saksi ahli itu dapat menjadi pertimbangan hakim MK. Samuel menyatakan, para penyelenggara jasa internet bukannya menolak membayar pungutan. Hanya saja, penyelenggara jasa internet berharap mekanisme pengaturan pungutan itu diatur oleh undang-undang.
“Dengan diatur oleh UU maka akan ada kepastian hukum dan ada keterlibatan publik lewat perwakilannya di DPR,” kata Samuel usai persidangan.(flo/jpnn)
JAKARTA - Ahli hukum pajak dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mustakiem menilai pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Pelindo Dorong Ekonomi Pesisir lewat Pelatihan Pemasaran di BUMMas Kampung Bahari
- Percepat Hapus Kemiskinan, PNM Raih Penghargaan dari Kemenko PMK
- Gaet Generasi Muda di Sektor Pertanian, SGN Bentuk Inkubator Agripreneur Tebu
- Pengin Tahu Asal Bright Gas yang Kalian Beli? Yuk, Scan Barcodenya
- Pertamina Dorong Kolaborasi Nasional dan Global Turunkan Emisi Metana di Indonesia
- Pertamina Paparkan Keunggulan Desa Energi Berdikari di COP 29 Azerbaijan