Keterlibatan TNI Akan Diatur Dalam UU Pencegahan Teroris
jpnn.com, JAKARTA - Terkait rencana keterlibatan TNI dalam tindak pidana teroris akan diatur dengan baik dalam RUU tentang Terorisme. Hal ini, agar ada kerja sama antara TNI dan Kepolisian.
Hal tersebut diungkapkan anggota Pansus RUU Pencegahan Terorisme M. Nasir Djamil dalam diskusi RUU Pencegahan Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10).
Turut hadir dalam diskusi tersebut pengamat militer dari Imparsial Al-Araf, dan peneliti Puskamnas dari Universitas Bhayangkara, Juni Thamrin.
“TNI tidak lagi harus menunggu permintaan polisi untuk melakukan tindakan pencegahan terorisme. Tapi, tugasnya sama dengan polisi, dan itu dalam cara operasionalnya akan diatur dalam RUU ini, agar tugasnya lebih jelas,” tegas Nasir Djamil.
Bekerja sama antara militer dan polisi, menurutnya, akan mampu mencegah lebih dini terhadap tindak pidana teroris di wilayah Indonesia. “Kita juga berharap kerja TNI dan Polisi profesional sehingga tidak melanggar UU dan peraturan yang berlaku. Tindakan militer harus berpegang pada aturan hukum,” ujarnya.
RUU Terorisme ini sangat diperlukan untuk mengatasi masalah teroris yang makin kuat dengan dasar hukum untuk mencegah. “Jangan sampai terjadi masalah hukum ketika memproses seseorang yang diduga teroris akibat belum ada UU Terorisme ini, sehingga menggunakan UU hukum pidana biasa,” kata politisi PKS ini.
Dia menjelaskan, bahwa dilibatkannya TNI tersebut adalah agar bersama-sama dengan kepolisian bisa mencegah terorisme lebih efektif dan apalagi sampai mengancam pertahanan dan keamanan negara. “Penguatan militer di RUU ini sudah dimasukkan di salah satu pasal,” pungkasnya.
Sementara itu Al Araf menilai perlunya BNPT ditingkatkan dari badan menjadi lembaga setingkat menteri, agar bisa berkoordinasi dengan TNI, Polri, BIN, Bea Cukai dan Keimigrasian. “Dengan setingkat kementerian, maka tak lagi di bawah Menkopolhukam,” tambahnya.
Koordinasi itu diperlukan untuk membagi tugas masing-masing sesuai fungsi TNI, Kepolisian, Keimigrasian, Bea Cukai, dan BIN. Mengapa? Sebab, tak mungkin bisa melakukan teknis operasional dalam pemberantasan terorisme tersebut.
“Jadi, keterlibatan TNI dimungkinkan, tapi bukan dengan Keppres. Khususnya terkait dengan ancaman dan pertahanan negara, meski itu bisa dengan UU TNI,” ungkapnya. (adv/jpnn)
Menurut Nasir, TNI tidak perlu lagi menunggu permintaan polisi melakukan tindakan pencegahan terorisme.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Darurat Penyelamatan Polri: Respons Terhadap Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
- Legislator PKS Desak Kejagung & BPK Sita Duit Judi Online Rp 187,2 Triliun di Lembaga Keuangan
- Kenaikan PPN 12 Persen, Marwan Cik Asan Mendukung karena Ada Perlindungan bagi Masyarakat Bawah
- Konflik Pulau Rempang, Mafirion DPR: BP Batam Jangan Lepas Tangan, PT. MEG Tak Punya Hak Berpatroli
- Menolak Lupa!: Pentingnya Pilkada Langsung Dalam Kehidupan Demokrasi Bangsa Indonesia
- Terungkap saat RDP di Komisi III, Anak Bos Toko Roti Pernah Bilang Kebal Hukum