Ketika Cucu-Cucu Pramoedya Ananta Toer Membuat Band Tetralogiska
Upaya untuk Jaga Eksistensi Karya Opa
Kamis, 14 Juni 2012 – 00:14 WIB
Meski begitu, sebelum dilarang, buku tersebut telah dicetak ulang hingga sepuluh kali. Buku itu sukses besar di pasar karena dianggap sebagai pendobrak kebuntuan kebebasan orang bersuara. Setelah Orba tumbang, buku tersebut bebas beredar kembali.
Bahkan, hingga 2005 buku itu telah diterbitkan dalam 33 bahasa. "Kasarnya, karya opa sudah besar dan tidak perlu kami promosikan lagi. Tapi, karya itu harus dijaga agar tetap eksis," tutur Adit.
Dengan musik, Adit dkk ingin mengajak anak-anak muda untuk menyenangi dunia sastra. Sebab, dia tidak begitu yakin anak-anak muda sekarang mau membaca karya-karya sastra berbobot seperti karya opanya.
Meski sudah berformat band, ternyata Adit cs belum terlalu serius terjun ke dunia musik. Hingga pada November 2010, seorang kawannya, Inggit Suci Lestari, bergabung dan mengajak untuk lebih intens bermusik. Akhirnya Adit dan Inggit bersama-sama menggarap lirik lagu-lagu yang diciptakan sekaligus menjadi komposernya. "Pada 19 Januari 2011 kami mulai berani masuk studio rekaman," kata Inggit.
Cara yang dipakai Aditya Prasstira untuk mengenang kehebatan sang kakek, sastrawan kenamaan Pramoedya Ananta Toer, sungguh unik. Dia membentuk band
BERITA TERKAIT
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara