Ketika Cucu-Cucu Pramoedya Ananta Toer Membuat Band Tetralogiska
Upaya untuk Jaga Eksistensi Karya Opa
Kamis, 14 Juni 2012 – 00:14 WIB

Lima dari sembilan anggota Tetralogiska adalah cucu Pramoedya Ananta Toer. Foto: Dok. Pribadi
Lantas apa genre musiknya? Dengan tersenyum lebar, Adit dan Inggit kompak menjawab tidak ada. Mereka lebih suka menyebut aliran musik mereka dengan tetrafonik. Tidak ada batasan genre musik. Alasannya, ada sebuah pesan yang ingin disampaikan. Kalau itu tersekat genre, mereka khawatir pesan tersebut tidak sampai ke pendengar lagunya.
Karena itu, telinga pendengar Tetralogiska harus membiasakan diri saat irama demi irama berganti. Mereka tidak canggung mencampuradukkan rock, funk, bahkan hip-hop. Meski demikian, suara berat Adit dan aransemen Inggit yang pas membuat musik mereka asyik didengar.
Meski begitu, semua lirik lagu Tetralogiska mengacu pada karya sastra bikinan Pram. Bahkan, mereka juga menyelipkan kutipan karya Pram dalam lirik lagu-lagunya. Misalnya, dalam lagu Bumi Manusia, Adit memasukkan ucapan Minke, tokoh utama dalam novel dengan judul yang sama. Bunyinya: Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan segala persoalannya. Ungkapan itu terdapat dalam halaman 135 novel tersebut.
Gaya bertutur mereka juga banyak menggunakan kata-kata dalam buku Pram. "Sampai ada teman bilang, lirik loe berat banget," kata Inggit lantas cekikikan.
Cara yang dipakai Aditya Prasstira untuk mengenang kehebatan sang kakek, sastrawan kenamaan Pramoedya Ananta Toer, sungguh unik. Dia membentuk band
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu