Ketika Naga Lagi Menggigit Samurai
Oleh Dahlan Iskan
Japan Display didirikan pada 1 April 2012. Empat tahun lalu. Oleh INCJ. Tugasnya menyelamatkan raksasa-raksasa elektronik Jepang. Maka, divisi-divisi layar dari Sony, Toshiba, dan Hitachi digabung ke dalam Japan Display. Panasonic menyusul belakangan.
Maunya: Sharp dimasukkan ke situ sekalian. Tapi, penawaran dari Taiwan terlalu menggiurkan. Dan lagi bank-bank yang selama ini mendanai Sharp lebih mau jalan pintas: jual saja. Sharp bisa lebih cepat selamat. Maksudnya: Banknya juga cepat selamat.
Tawaran Foxconn memang menggiurkan: USD 6,25 miliar. Jepang pun heboh. Oleh besarnya tawaran. Dan oleh ancaman asing. Tawaran itu dua kali lipat dari harga yang disodorkan INCJ. Dan akan dibayar cepat.
Tapi, drama pun terjadi. Saat Foxconn siap mentransfer uang, muncul data baru: Ada angka yang selama itu belum terungkap. Sharp ternyata memiliki tanggungan USD 3 miliar. Atau sekitar Rp 40 triliun. Yang bisa jadi bom sewaktu-waktu. Foxconn terbelalak. Ini bahaya. Bisa jadi ganjalan ke depan. Bos Foxconn Terry Guo berang.
Keputusan pun dia ambil: Batal.
Ganti Sharp yang panik. Berita masuknya Foxconn ke Sharp sudah terlalu luas beredar. Ke seluruh dunia.
Jepang yang dikenal sangat ulet dalam negosiasi kini harus menghadapi naga terbang. Sampai-sampai CEO Sharp Takahashi mendadak ke Shenzhen. Mencari Guo. Foxconn memang punya pabrik besar di Tiongkok. Karyawannya sampai satu juta orang. Komponen-komponen iPhone banyak dibikin di situ. Juga produk Apple lainnya.
Guo tahu bahwa Takahashi minta ketemu dirinya. Dia memang sudah membatalkan transaksi itu, tapi tidak dalam hatinya. Melihat respons Takahashi, Guo membatalkan liburan Imlek-nya. Tapi, yang menemui Takahashi hanya stafnya. Dia menunggu di kamar sebelah. Alot. Data yang dibawa Takahashi dipelototi. Rapat itu berlangsung sejak pukul 23.00 sampai 09.00. Tidak ada yang tidur. Juga Guo. Yang meringkuk di kamar sebelah.