Ketika Para Dubes dan Ekspatriat Belajar Bahasa Indonesia di Jogja (1)
Berangkat Kursus Pakai Bodyguard dan Mobil Antipeluru
Jumat, 06 Maret 2009 – 11:14 WIB
Ruang tamu tersebut tak terlalu besar. Ukurannya hanya sekitar 20 meter persegi. Perabotnya pun sederhana. Hanya satu set meja-kursi yang terbuat dari kayu. Di salah satu kursi, seorang bule berusia 30-an tahun dan berjenggot lebat duduk serius menghadap laptop. Namanya Antoine Balancier, warga Belgia yang bekerja di Indonesia.
''Saya hampir setahun (kursus) di sini. Tapi, level saya masih pra advance, ha ha ha,'' kata Balancier dalam bahasa Indonesia yang hampir lancar. Waktu setahun memang cukup lama bagi seorang bule yang belajar di Wisma Bahasa. ''Mestinya, tiga bulan saja sudah cukup. Tapi, saya sepertinya terlalu lama,'' imbuhnya seraya tersenyum lebar.
Pekerja di salah satu LSM (lembaga swadaya masyarakat) di Jogja itu mengatakan, mestinya dia bisa selesai lebih cepat. Namun, karena intensitas belajarnya kurang, waktu yang dibutuhkan pun menjadi lebih lama. ''Apalagi, saya tidak suka belajar. Waktu belajar saya bagi dengan bekerja,'' katanya.
Setahun belajar, Balancier kini sudah bisa berbicara dalam bahasa Indonesia relatif lancar. Bahkan, dia kini sudah bisa mengikuti perkembangan berita di koran.
Para ekspatriat dan beberapa duta besar negara sahabat kini bersemangat belajar bahasa Indonesia. Salah satu tempat kursus yang mereka tuju adalah
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala