Ketika 'Surga' Diserang
ERIK: Tidak ada kata selesai. Menjadi penyintas bagi saya bagaikan hukuman seumur hidup ... Setiap kali sebuah keluarga berkumpul, tetap ada kekosongan dari anak atau suami mereka ... dan selama 20 tahun terakhir, banyak sekali yang terjadi ... Jadi sulit rasanya untuk 'move on'. Sulit melupakan semua ini.
DECI: Keluarga dan teman-teman saya tidak meninggalkan saya dan mereka selalu membantu saya dengan segala kekurangan, terutama di awal peristiwa, waktu saya menutup diri dari dunia. Saya tidak pernah mau diwawancara wartawan.
Ini adalah pertama kalinya [saya menjalani] wawancara. Yang berarti saya mulai berani untuk bercerita.
ANDREW: Di Darwin, dengan dukungan keluarga, teman, sukarelawan, pebisnis, saya juga tertantang untuk menunjukkan keberanian dan mencoba. Saya sudah melakukan sesi konseling di sana dan tentu masuk akal kalau dibilang apa yang terjadi pada saya adalah suatu hal tragis, namun ini juga adalah sesuatu yang bisa saya bangun. Jadi hal-hal ini yang terus saya bawa.
Lucunya adalah bagaimana saya selalu mengatakan tindakan positif akan mengundang hasil yang positif juga, dan ini terjadi pada saya. Saya mulai menjadi lebih sehat, bugar. Saya menerima rehabilitasi di Darwin, selama delapan minggu, menjadi orang Australia terakhir yang keluar dari rumah sakit itu.
... Saya tidak punya rasa benci atau pun amarah. Tidak bisa saya biarkan rasa ini ada di hidup saya, karena waktu saya menyimpannya, saya tidak menyembuhkan diri. Jadi dari awal saya putuskan untuk tidak membuka diri terhadap pikiran untuk balas dendam atau pun rasa benci. Dan saya sama sekali tidak rasis.
... Saya sangat peka terhadap sekitar, rasanya berbeda setiap kali ada di bandara dan tidak juga merasa aman di angkutan umum. Tapi saya sedang berusaha mendapatkan kehidupan lama saya kembali. Saya sudah mendapatkannya. Dan saya bisa menikmati hidup dan menghargai setiap menitnya.
THIOLINA: Saya menyimpan sebuah pecahan kaca yang dokter ambil dari mata saya. Setiap kali saya membuka lemari, saya akan menangis. Saya ceritakan ini semua ke psikolog.
Penyintas bom Bali dari Australia dan Indonesia, mantan kepolisian Australia, wartawan, dan pakar terorisme menceritakan kembali peristiwa bom Bali, salah satu tragedi yang memakan banyak korban jiwa Australia
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata