Ketimpangan Digital Jadi Tantangan Sektor Ekonomi Kreatif
Dari semua itu, Nailul menilai subsektor makanan dan minuman yang ‘free entry, free exit’, bisa jadi andalan.
Free Entry dan Free Exit artinya ada kebebasan penjual untuk membuka atau menghentikan usaha mereka di dalam pasar.
“Masuk ke bisnis FnB sangat gampang. Namun, jika tidak mempunyai kualitas dan harga bersaing ya gampang exit juga. Sektor ini mampu didorong terutama konsumsi masyarakat kita juga besar ditambah konsumsi leisure seperti beli makan di restoran atau kafe meningkat,” tutur Nailul.
Gempuran Impor
Peneliti CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) Yusuf Rendy Manilet menilai pemerintah patutnya memikirkan masalah mendasar dalam industri kreatif. Perlu diatasi lebih dahulu masalah yang selama ini menghambat perkembangan industri kreatif.
“Sebenarnya pemerintah atau pemerintah yang baru nantinya perlu balik kepada masalah-masalah dasar yang menghambat perkembangan ekonomi kreatif di dalam negeri,” ujarnya.
Yusuf menyebut salah satu masalah mendasar adalah persaingan antara produk industri kreatif anak bangsa dengan produk dari luar negeri.
“Seperti misalnya masalah persaingan dengan komponen atau produksi ekonomi kreatif di luar negeri,” tambahnya.
Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan masih banyak tantangan yang dihadapi pelaku ekonomi kreatif di berbagai bidang.
- Resmi Digelar, Pameran Homelife di JIExpo Kemayoran Diikuti 2.019 Perusahaan
- Sribufest 2024 Jadi Ajang Apresiasi bagi Freelancer Penggerak Ekonomi Digital
- Raker dengan Manekraf, Novita Hardini Sebut Ekraf Bisa Jadi Ladang Pekerjaan Anak Muda
- Raker Komisi VII DPR, Menteri Teuku Riefky Ingin Ekraf Jadi Mesin Ekonomi Baru Indonesia
- Gaming Symposium Jadi Wadah SMK Berkolaborasi Pelaku Industri Gim
- Jadi Ketum KAGAMA, Basuki Hadimuljono Berkomitmen Lanjutkan Program Ganjar Pranowo