Ketimpangan Digital Jadi Tantangan Sektor Ekonomi Kreatif

Ketimpangan Digital Jadi Tantangan Sektor Ekonomi Kreatif
Capres nomor urut 3 di Pilpres 2024 Ganjar Praowo bersama Gus Kiki, dan Mbak Yenny Wahid berziarah ke makam Gus Dur, Mbah Hasyim dan keluarga besar Pesantren Tebuireng. Foto: Keluarga Yenny Wahid

Dari semua itu, Nailul menilai subsektor makanan dan minuman yang ‘free entry, free exit’, bisa jadi andalan.

Free Entry dan Free Exit artinya ada  kebebasan penjual untuk membuka atau menghentikan usaha mereka di dalam pasar.

“Masuk ke bisnis FnB sangat gampang. Namun, jika tidak mempunyai kualitas dan harga bersaing ya gampang exit juga.  Sektor ini mampu didorong terutama konsumsi masyarakat kita juga besar ditambah konsumsi leisure seperti beli makan di restoran atau kafe meningkat,” tutur Nailul.

Gempuran Impor

Peneliti CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) Yusuf Rendy Manilet menilai pemerintah patutnya memikirkan masalah mendasar dalam industri kreatif. Perlu diatasi lebih dahulu masalah yang selama ini menghambat perkembangan industri kreatif.

“Sebenarnya pemerintah atau pemerintah yang baru nantinya perlu balik kepada masalah-masalah dasar yang menghambat perkembangan ekonomi kreatif di dalam negeri,” ujarnya.

Yusuf menyebut salah satu masalah mendasar adalah persaingan antara produk industri kreatif anak bangsa dengan produk dari luar negeri.

“Seperti misalnya masalah persaingan dengan komponen atau produksi ekonomi kreatif di luar negeri,” tambahnya.

Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan masih banyak tantangan yang dihadapi pelaku ekonomi kreatif di berbagai bidang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News