Ketua Bawaslu: Politik Uang Pasti Selalu Ada
Kasus lainnya, 10 kasus melanggar pasal 187 ayat 3 yakni melanggar ketentuan kampanye.
Selain itu, delapan kasus melanggar pasal 187 ayat 2 ketentuan kampanye, kemudian tujuh kasus melanggar pasal 178A mengaku dirinya sebagai orang lain menggunakan hak pilih.
Empat kasus melanggar pasal 185B yakni PPS, PPK, KPU provinsi, kabupaten kota tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi.
Empat kasus melanggar pasal 185B yaitu PPS, PPK, KPU provinsi, kabupaten kota tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi serta empat kasus melanggar pasal 178C ayat 2 yakni menyuruh orang lain yang tidak berhak memilih memberikan suara di satu TPS atau lebih.
Empat kasus melanggar pasal 198A menghalang-halangi penyelenggara pemilihan dalam menjalankan tugas.
Tiga kasus melanggar pasal 187A ayat 2 pemilih menerima imbalan atau janji, pasal 187A ayat 4 mengacaukan, menghalangi atau menggangu jalannya kampanye serta 19 kasus melanggar sejumlah pasal Undang-undang Pilkada.
"Kenapa panitia KPPS itu harus penduduk setempat, maksudnya untuk mengenal siapa yang akan dia pilih, siapa yang memilih pada saat itu. Inilah kemudian teman-teman KPU dan Bawaslu selektif memilih penyelenggara ad hoc di bawahnya, karena itu penting," kata dia.
Selanjutnya, untuk praktik politik uang dalam hal ini pemberi dan penerima pada Pemilu 2024 hanya pemberi yang dikenakan pidana, sedangkan penerima tidak.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan politik uang selalu ada, termasuk di Pilkada 2024 berpotensi kembali terjadi.
- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty: Pilkada Berjalan Baik, Terima Kasih Media!
- Ini Penjelasan Wamendagri soal Pilkada Serentak 2024
- Eva-Deddy Raih Suara Terbanyak Pada Pilkada Kota Bandarlampung
- Bawaslu Sempat Dapati Pemilih Coblos 2 Surat Suara Pilkada di Cianjur
- KPU Kota Palu Gelar PSU Untuk Pemilihan Gubernur Sulteng
- Sebanyak 26 TPS di Papua Segera Gelar PSU