Ketua Bawaslu: Politik Uang Pasti Selalu Ada

Ketua Bawaslu: Politik Uang Pasti Selalu Ada
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja memaparkan data pelanggaran dalam Forum Koordinasi Sentra Gakkumdu di Hotel Claro Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (27/6/2024) ANTARA/Darwin Fatir.

Kasus lainnya, 10 kasus melanggar pasal 187 ayat 3 yakni melanggar ketentuan kampanye.

Selain itu, delapan kasus melanggar pasal 187 ayat 2 ketentuan kampanye, kemudian tujuh kasus melanggar pasal 178A mengaku dirinya sebagai orang lain menggunakan hak pilih.

Empat kasus melanggar pasal 185B yakni PPS, PPK, KPU provinsi, kabupaten kota tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi.

Empat kasus melanggar pasal 185B yaitu PPS, PPK, KPU provinsi, kabupaten kota tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi serta empat kasus melanggar pasal 178C ayat 2 yakni menyuruh orang lain yang tidak berhak memilih memberikan suara di satu TPS atau lebih.

Empat kasus melanggar pasal 198A menghalang-halangi penyelenggara pemilihan dalam menjalankan tugas.

Tiga kasus melanggar pasal 187A ayat 2 pemilih menerima imbalan atau janji, pasal 187A ayat 4 mengacaukan, menghalangi atau menggangu jalannya kampanye serta 19 kasus melanggar sejumlah pasal Undang-undang Pilkada.

"Kenapa panitia KPPS itu harus penduduk setempat, maksudnya untuk mengenal siapa yang akan dia pilih, siapa yang memilih pada saat itu. Inilah kemudian teman-teman KPU dan Bawaslu selektif memilih penyelenggara ad hoc di bawahnya, karena itu penting," kata dia.

Selanjutnya, untuk praktik politik uang dalam hal ini pemberi dan penerima pada Pemilu 2024 hanya pemberi yang dikenakan pidana, sedangkan penerima tidak.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan politik uang selalu ada, termasuk di Pilkada 2024 berpotensi kembali terjadi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News