Ketua Dewan Pembina DPP PBN Mengomentari Polemik Pasal Penghinaan Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan secara tegas mengenai pentingnya mempertahankan pasal penghinaan presiden di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Yasonna mengatakan, kebebasan berpendapat tidak bisa diberikan tanpa batasan.
"Enggak bisa, kebebasan itu sebebas-bebasnya bukan sebuah kebebasan, itu anarki," kata Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6).
Menurut Politikus PDIP itu, pada dasarnya kritik dari publik terhadap kebijakan pejabat adalah hal yang lumrah.
Yasonna pun mengaku tidak masalah dikritik atas kebijakan sebagai menkumham.
Namun, kata dia, berbeda halnya ketika kritik berubah menjadi penghinaan. Apalagi, penghinaan dilayangkan secara pribadi terlepas dari jabatan yang diemban
Sebagian besar elemen masyarakat, kepemudaan, dan partai oposisi menilai, pasal penghinaan presiden akan menjadi pasal karet yang multitafsir.
Menanggapi polemik yang berkembang di masyarakat dalam beberapa hari terakhir ini, Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat Peduli Bangsa Nusantara (DPP PBN) Rahmat Bastian meminta agar pasal tersebut dihilangkan demi prinsip kesetaraan kedudukan di muka hukum.
Berikut ini pendapat Ketua Dewan Pembina DPP PBN Rahmat Bastian soal pasal penghinaan presiden di RKUHP.
- Menjelang Debat Calon Ketum ILUNI FHUI, Rahmat Bastian Siapkan 3 Program Andalan
- Maju dalam Pemira ILUNI FHUI, Rahmat Bastian Bawa 3 Misi Penting
- Penjelasan Dasco Gerindra soal Adu Mulut dengan Iskan PKS tentang RKUHP
- Fraksi PKS Bersikukuh Menghilangkan Pasal Penghinaan Presiden, Minta Penegasan Larangan LGBT di RKUHP
- RKUHP: Menghina Presiden di Dunia Maya Diancam 4 Tahun Penjara
- Chandra Khawatir RKUHP Menjadi Alat Represi