Ketua DPD Surati Agung Laksono

Ketua DPD Surati Agung Laksono
Ketua DPD Surati Agung Laksono
Tidaklah tepat, menurut Ketua DPD, pengaturan keterlibatan DPD pada batas-batas tertentu apakah dengan terminologi tingkat pembahasan ataupun terminologi tingkat counterpart antara lembaga DPD dengan alat kelengkapan DPR, apalagi anggota DPR. Yang paling tepat adalah penegasan bahwa DPD “ikut membahas” sampai rapat terakhir sebelum dilaksanakan rapat paripurna pengambilan keputusan yang dicirikan dengan penyertaan pendapat akhir DPD sebagai bagian materi rapat paripurna tersebut.

“Ikut membahas” RUU menjadi UU dapat diartikan ikut secara aktif dan dapat juga sekaligus ikut secara pasif. “Ikut membahas” secara pasif sebagai tugas lain DPD untuk mendukung penyelesaian dalam pengambilan keputusan apabila muatan sebagian (pasal atau ayat) RUU tidak mencapai persetujuan antara DPR dan Pemerintah. “Maka, dapat dimintakan pandangan dan pendapat DPD,” tukas Ginandjar.

Demikian juga halnya dengan pertimbangan atas RUU APBN, pajak, pendidikan, dan agama yang disampaikan tertulis kepada DPR yang secara jelas dicantumkan dalam UUD 1945. Dalam RUU Susduk dirancang pengaturan penolakan DPR atas pertimbangan DPD melalui jawaban tertulis, yang harus dijawab DPD juga melalui jawaban tertulis. Mekanisme ini diproyeksikan tidak akan memberikan hasil (outcome) yang baik pada konteks kepentingan daerah secara luas.

Sekaligus, pasif atau satu arah dan jelas-jelas menghindari dialog atau komunikasi atau musyawarah yang merupakan karakter dasar

parlemen kita sebagaimana tercantum pada sila keempat Pancasila. Yang diperlukan sesungguhnya pengaturan tindak lanjut pertimbangan dari DPR kepada DPR dalam bentuk rapat khusus atau Tim Bersama DPR-DPD.

JAKARTA - Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita menyurati Ketua DPR Agung Laksono perihal pengaturan mekanisme proses dari DPD kepada DPR harus jelas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News