Ketua DPR Tolak Fatwa Golput Haram
Rabu, 28 Januari 2009 – 17:51 WIB
Sebaliknya, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid yang masuk dalam barisan pembela fatwa MUI justru mempersoalkan pernyataan Agung Laksono. Hidayat mengatakan, selama ini DPR juga biasa mencampurkan antara wilayah agama dengan wilayah politik.
“DPR juga membuat UU yang terkait dengan agama seperti UU tentang zakat, perbankan syariah, haji, perkawinan, dan UU Pemerintahan Aceh yang membolehkan penggunaan syariah Islam. Jadi, kalau fatwa itu tidak boleh, kenapa DPR membuat UU yang menghadirkan agama dalam politik atau melalui politik menghadirkan UU tentang agama? Di Indonesia, agama dan politik memang sudah campur sejak awal,” tandasnya.
Lebih lanjut Hidayat menambahkan, MUI sebenarnya sudah sangat informatif karena disebutkan dasar keluarnya fatwa tentang golput haram. “Jika menghadirkan sesuatu yang bermanfaat, masa ditolak? Adalah hal aneh jika banyak orang yang menolak fatwa ini dengan dalih bahwa MUI telah masuk ke ranah politik dan telah mencampuradukkan agama dan politik,” ulasnya.
Hidayat mengingatkan bahwa hal yang harus diingat adalah Pemilu yang merupakan hajatan nasional harus berlangsung lancer dan sukses. Semua pihak, katanya, perlu berperan menyukseskan Pemilu. “Jadi kata kunci dari fatwa itu adalah menyukseskan pemilu dengan partisipasi lebih kuat, baik dari pemilih maupun penyelenggara pemilu termasuk KPU parpol dan para caleg,” tukasnya.(ara/jpnn)
JAKARTA – Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa golongan putih (golput) pada pemilu haram terus menimbulkan kontroversi. Ketua DPR
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel, KPK: Kami Menghormati
- PERADI-SAI Serukan Salam Damai dan Persatuan ke Seluruh Advokat
- Wahai Honorer Lulus PPPK 2024, Senyum dong, Ini soal Gaji Perdana
- Kabar Gembira untuk Honorer Tua Gagal PPPK 2024 Tahap 1
- BMKG Pantau Bibit Siklon Tropis 97S, Wilayah Ini Wajib Waspada
- 5 Berita Terpopuler: Ide Terobosan Baru soal Seleksi PPPK, Hapuskan Diskriminasi di UU ASN, 90 Ribu Honorer Bakal Menggugat