Ketua KPK Janji OTT Pakai Sadapan yang Disetujui Dewas

jpnn.com, JAKARTA - Ketua KPK Firli Bahuri memastikan akan meminta izin Dewan Pengawas (Dewas) untuk menggelar operasi tangkap tangan (OTT) yang menggunakan penyadapan.
"Kami sepakat walau ada OTT nanti hasil penyadapan, itu yang setelah ditandatangani Dewas penyadapannya," ujar Firli dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR dan Dewas KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).
Firli mengatakan, berdasar hasil evaluasi, selama empat tahun sebelumnya atau periode 2015-2019 itu sudah terjadi 87 kali operasi tangkap tangan dengan 327 orang ditetapkan sebagai tersangka. OTT terbanyak terjadi pada 2018.
"Deputi penindakannya saya waktu itu, pak. Ada sebanyak 30 kali OTT, dengan 122 tersangka. Sebanyak 22 orang di antaranya kepala daerah," kata Firli kepada Komisi III.
Dia yakin penegakan hukum pemberantasan korupsi tidak akan terganggu dengan adanya UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. "Kami tunduk pada undang-undang tersebut," katanya.
Menurut dia, hasil yang didapat dari penegakan hukum itu berupa uang pengganti atau uang rampasan Rp 1,7 triliun. Firli mengatakan kalau dibandingkan, efek pencegahan memang lebih besar menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara, tetapi penindakan harus diaukan karena di dalam UU juga memerintahkan KPK melakukan hal tersebut.
"Walau undang-undang berubah, tindakan tetap berjalan," tegasnya.
Ia meyakini anggota dewan dan pemerintah merumuskan UU tersebut bukan untuk menghambat pemberantasan korupsi.
Ketua KPK Firli Bahuri memastikan akan meminta izin Dewan Pengawas untuk menggelar operasi tangkap tangan yang menggunakan penyadapan.
- Penjelasan KPK soal Pemeriksaan Ahmad Ali di Kasus Pencucian Uang Rita Widyasari
- KPK Sebut Ahmad Ali Datangi Pemeriksaan Penyidik Kasus Rita Widyasari di Banyumas
- Anak Menkum Supratman dan Ahmad Ali Dilaporkan ke KPK terkait Pemilihan Pimpinan MPR dan DPD
- Retret Kepala Daerah Dilaporkan ke KPK, Mendagri Berikan Penjelasan, Silakan Disimak
- KPK Ungkap Aliran Uang Direktur Summarecon ke Pejabat Pajak soal Gratifikasi Rp21,5 M
- Sidang Korupsi Retrofit, Ahli: Tidak Ada Keterkaitan antara Kerugian Negara dan BUMN