Ketua KPU Keluhkan Minimnya Pegawai Ahli Keuangan
jpnn.com - JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik menegaskan, dari 10 ribu pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di KPU, hanya 53 persen yang merupakan pegawai KPU. Sisanya 47 persen merupakan penugasan dari Pemda.
Kondisi ini dinilai cukup merepotkan, karena sewaktu-waktu pegawai Pemda dapat ditarik kembali.
“Pegawai daerah ini tentu punya garis komando dengan Pemdanya. Suatu waktu bisa saja ditarik lagi dan menyulitkan bagi KPU. Apalagi kalau sudah dilantik, diberi pembekalan dan menguasai manajemen kepemiluan, kemudian ditarik, ini sulit,” ujar Husni, Jumat (3/7).
Kesulitan lain, penyelenggara pemilu menurut Husni juga tidak mungkin memindahkan pegawai Pemda yang bertugas di KPU daerah lain yang mungkin lebih membutuhkan.
“Misalnya untuk pengelolaan keuangan, kami belum banyak punya orang yang menguasai peraturan pengelolaan keuangan. Padahal itu sangat dibutuhkan terutama di tingkat KPU Kabupaten/Kota,” ujarnya.
Perlunya pegawai yang menguasai pengelolaan keuangan di tingkat Kabupaten/Kota, mengingat penyelenggara di tingkat inilah, kata Husni, yang mengelola personil bersifat adhoc. Baik panitia pemilihan kecamatan (PPK) maupun panitia pemungutan suara (PPS).
“Jadi di tingkat PPK/PPS, stafnya kebanyakan tidak menguasai sistem pengelolaan keuangan, sehingga waktu membuat pertanggungjawaban agak keteteran. Terus disupervisi oleh Kabupaten,” ujar Husni.
Akibat kondisi ini, tidak heran jika kemudian hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya dugaan ketidakpatuhan dalam pengelolaan anggaran pelaksanaan pemilu 2014 lalu.
JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik menegaskan, dari 10 ribu pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di KPU, hanya
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?
- Santri Diajak Proaktif Melawan Judi Online Lewat Kampanye di Digital
- Gagal di Kasus Timah, Kejagung Jangan Cari Pengalihan Isu dengan Menumbalkan Polri