Ketua KY Anggap Pengadilan Salah Tangani Sengketa TPI
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai, pengadilan tidak bisa mengadili sengketa kepemilikan stasiun televisi TPI. Pasalnya, kedua belah pihak sudah memilih Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai alternatif penyelesaian.
Menurutnya, hal tersebut jelas diatur dalam dalam UU Arbitrase No 30 tahun 1999.
"Bahwa pengadilan tidak punya kompetensi, tidak memiliki wewenang untuk mengadili satu perkara yang telah disepakati oleh kedua pihak yang diselesaikan oleh BANI," kata Suparman kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/11).
Masalahnya, lanjut Suparman, di Indonesia banyak pengadilan yang mengabaikan peraturan tersebut. Pasalnya, ada hakim yang beranggapan bahwa sebuah perkara yang sudah diajukan tidak boleh ditolak.
"Itu yang menurut saya keliru," ujarnya.
Lebih lanjut Suparman juga menyoroti Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) M Sholeh yang mengadili peninjauan kembali PT Berkah Karya Bersama dalam sengketa TPI. Menurutnya, yang bersangkutan tidak mempunyai kompetensi absolut. Padahal, seorang hakim wajib menolak perkara yang bukan merupakan kompetensi absolutnya.
"Kalau tetap melakukan itu bisa dianggap pelanggaran," pungkasnya.
Seperti diketahui, MA dalam putusannya tanggal 29 Oktober 2014 lalu memutus perkara sengketa PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana. Isi putusan tersebut menolak PK oleh PT Berkah atas kepemilikan TPI. (dil/jpnn)
JAKARTA - Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai, pengadilan tidak bisa mengadili sengketa kepemilikan stasiun televisi TPI. Pasalnya,
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Forum Pemred SMSI Gelar Diskusi Membedah Solusi Kemacetan yang Merugikan Masyarakat
- Kadin Munaslub Sebut Prabowo Akan Hadir di Rapimnas, Begini Tanggapan Kubu Arsjad
- Ketua PP PMKRI Soroti Dua Isu Penting Saat Bertemu Menteri Komdigi RI
- Renovasi Rumah di Menteng Tetap Jalan Meski Tebang Pohon Tanpa Izin
- Terbukti Bersalah, Kusumayati Dihukum 14 Bulan Penjara
- Partisipasi Kelompok Rentan dalam Demokrasi Belum Optimal, Setara Institute Gelar Workshop di Sulsel