Ketua YLBHI Menilai RUU PKS Perlu Segera Disahkan

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berharap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan.
Harapan itu menyusul kian maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di berbagai daerah.
Satu di antaranya kasus pria berinisial MS yang diduga mengalami pelecehan seksual oleh rekan kerjanya di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Menurut Asfinawati, kasus pelecehan seksual selama ini sulit diusut tuntas, karena aparat beralasan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Perlu disahkan (RUU PKS), karena banyak laporan ke polisi ditolak dengan alasan tidak ada hukumnya," kata Asfin sapaan akrabnya, pada Jumat (3/9).
Alumnus Universitas Indonesia itu memahami ada pihak yang menolak RUU PKS karena definisi kekerasan seksual yang tidak jelas dan bisa berekses pada tafsir sepihak, yang dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi kritik moral masyarakat atas perilaku menyimpang.
Misalnya, terang Asfin, pada Pasal 12 RUU PKS yang menyebut kekerasan seksual ialah bentuk tindakan fisik atau nonfisik kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.
Namun, imbuh Asfin, penolakan pada pasal tertentu di dalam RUU PKS bukan berarti harus menolak rancangan aturan itu.
Ketua YLBHI Asfinawati berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan menyusul kian maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di berbagai daerah.
- Diduga Terlibat Kekerasan Seksual & Narkoba, Kapolres Ngada Harus Segera Dipidana
- Polisi Ciduk Oknum Guru Ngaji yang Sodomi Bocah Usia 8 Tahun di Makassar
- Dosen Unnes Ternyata Lakukan Pelecehan Terhadap 4 Mahasiswi
- Dosen Unnes yang Diduga Lecehkan Mahasiswi Langsung Dicopot dari Jabatannya
- Level Up Peradi: Pemaksaan Memakai Alat Kontrasepsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual
- Honorer yang Satu Ini Sulit jadi PPPK, Kelakuannya Parah