Ketum Gelora Khawatir Indonesia Terjebak Perang Supremasi AS Vs China
Terkait berkuasanya Taliban di Afghanistan, Anis menilai hal itu tak memiliki dampak besar bagi keamanan Indonesia.
Sebab narasi yang dibawa Taliban saat ini, sudah sangat berbeda dengan Taliban pada dekade 1990-an.
"Taliban kini memberi pengampunan pada orang-orang yang bekerja dengan pemerintah sebelumnya. Taliban kini juga menyatakan diri sebagai Imarah Islamiyyah, bukan Khilafah Islamiyyah, yang artinya Taliban hanya ingin berdaulat di teritori Afghanistan," papar mantan Politikus PKS itu.
Sementara itu, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menyatakan, perubahan kekuasaan yang terjadi di Afghanistan, kemungkinan besar memiliki pengaruh tertentu bagi Indonesia.
Sebab, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia memiliki relasi dengan negara-negara Islam lainnya, termasuk Afghanistan.
"Apalagi, dalam sejarah nya, Afghanistan pernah menjadi training center para teroris. Hal ini yang harus kita waspadai," ujar Chappy.
Terkait Taliban sendiri, Chappy mengamati bahwa Taliban itu tidak utuh. Menurut nya, didalam Taliban, masih ada faksi-faksi yang belum solid.
"Sebagai pemerintahan, Taliban belum efektif. Maka masih terlalu dini apabila Indonesia memberikan endorse pada Taliban," ujar Chappy.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyatakan Indonesia harus bisa mengantisipasi perang supremasi antara Amerika Serikat (AS) dan China.
- Wamenlu Anis Matta Puji Upaya Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina
- Digitalisasi untuk Mendorong Pengembangan Pariwisata Indonesia Perlu Dilakukan
- Universitas Bakrie Jadi Jembatan Pengembangan Industri Halal Antara Indonesia dan Filipina
- PKN Membantu Pemerintah untuk Mengentaskan Masalah Stunting
- Latihan Militer Terpisah dengan Rusia dan Australia, Indonesia Tak Ingin Dikuasai oleh Siapa Pun?
- Pendidikan dan Pengalaman Kerja Migran, Termasuk Asal Indonesia, Belum Tentu Diakui Australia