Ketum Muhammadiyah: Jangan karena Satu Orang Negara Ini Pecah
Haedar menyatakan, untuk mengatasi persoalan, selain persuasif, pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus tegas menindak pihak yang menganggu ketertiban umum.
Mereka yang membuat onar jangan dibiarkan. “Jika aparat tegas, biasanya siapa pun akan tertib,” ungkap alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Ketua PBNU Robikin Emhas mengatakan, semua pihak harus menahan diri. Biarlah hukum berjalan secara mandiri dalam menyelesaikan kasus Ahok.
Sebagai negara hukum, siapa pun harus tunduk dan patuh terhadap hukum. “Apa pun putusan hakim harus kita hormati,” papar dia kemarin.
Upaya Ahok dalam mengajukan hukum banding juga harus dihormati, karena itu menjadi haknya. Tidak perlu ada hujatan atau cibiran terhadap warga negara yang menggunakan hak hukumnya atas proses peradilan. Sebab, itu merupakan pengejawantahan terhadap prinsip kesetaraan di mata hukum.
Terkait dengan potensi gesekan yang terjadi di masyarakat, dia percaya polisi sudah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengatasi potensi terjadinya gesekan antar kelompok.
Sementara Juru Bicara Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menuturkan, pihaknya setuju dengan upaya untuk menyambungkan kembali antara kubu pro dan kontra dalam kasus Ahok melalui rekonsiliasi atau sebagainya.
Namun, sebenarnya saat ini sudah berkembang tidak hanya pada yang pro dan kontra. ”Tapi, pada masyarakat yang terusik rasa keadilannya,” jelasnya.
Semua tokoh atau elite harus turun tangan untuk mengakhiri terbelahnya masyarakat sebagai dampak kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias
- Priskhianto Ingin Gelar Munas Rekonsiliasi demi Perkuat Koperasi Indonesia
- Ketum Muhammadiyah Soroti Wacana Pilkada oleh DPRD, Dia Ingatkan Begini
- 42 Persen Pemilih Golput di Pilgub Jakarta 2024, Terbanyak Memilih saat Anies vs Ahok
- Pramono Sebut Nama Anies Hingga Ahok Setelah Unggul di Quick Count
- Pramono-Rano Bisa Menang Satu Putaran Jika Anak Abah-Ahoker Bersatu
- Pramono Dinilai Samarkan Dukungan PDIP dan Megawati karena Faktor Ahok