Ketum PEDPHI Sebut DKPP Tak Berikan Iktikad Baik Atas Putusan terhadap KPU
Konstitusi jelas membutuhkan Undang-Undang sebagai landasan operasional. Tanpa ada landasan operasional tidak mungkin norma dasar itu dapat diberlakukan secara sosiologis. Kemudian norma dalam Undang-Undang juga membutuhkan aturan aplikatif-implementatif dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya. Oleh karena itu, tidak logis DKPP menggunakan penyebutan “Konstitusi”.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat umum (erga omnes) yang langsung dilaksanakan (selfexecuting), dan oleh karenanya tidak memerlukan atau menunggu revisi terhadap Undang-Undang. Secara mutatis mutandis berlaku bagi regulasi di bawah Undang-Undang (in casu Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum).
Lebih lanjut, dalil DKPP yang menyatakan bahwa tindakan KPU tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan Pemilu.
Disebutkan juga, KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 (halaman 188). Demikian itu tidak relevan dan oleh karenanya tidak menjadi dasar penjatuhan sanksi.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan Di Lingkungan Komisi Pemilihan yang menjadi rujukan ternyata telah salah dipahami oleh DKPP. Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan Rancangan Peraturan KPU di luar Program Penyusunan Rancangan Peraturan KPU.
Kemudian, pada ayat (2) disebutkan keadaan tertentu yang menjadi dasar dapatnya diajukan Rancangan Peraturan KPU tersebut, salah satunya pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi.
Terang benderang terbaca bahw ketentuan Pasal 10 ayat (1) menyebutkan kata “dapat”, dan demikian itu bersifat fakultatif, bukan imperatif. Disisi lain tidak mungkin KPU mampu melakukan penyusunan rancangan perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebagaimana didalilkan oleh DKPP.
Demikian singkat waktu yang tersedia. Sementara penyusunan rancangan perubahan PKPU mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, penetapan, dan pengundangan. Kesemuanya itu membutuhkan waktu yang demikian lama. Menjadi lain halnya jika waktu yang tersedia relatif panjang.
Ketum PEDPHI Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H merespons putusan DKPP yang memberikan sanksi peringatan keras kepada komisioner KPU.
- Aktivis Dorong Semua Pihak Mewujudkan Pilkada Maluku Utara Aman dan Nyaman
- Hadiri Simulasi KPU yang Ketiga di Tangsel, Ketua Bawaslu Berikan Sejumlah Catatan
- KPU Sulut Matangkan Persiapan Pilkada 2024
- Deklarasi Pilkada Damai, Bawaslu-Kementerian PPPA-KPU Jamin Ruang Aman bagi Perempuan
- Debat Ketiga Pilgub Jatim Bertema Pembangunan Infrastruktur
- Jaringan Pemantau Pemilu Kembali Desak DKPP Pecat Pimpinan KPU & Bawaslu Lahat