Ketum PEDPHI Sebut DKPP Tak Berikan Iktikad Baik Atas Putusan terhadap KPU

Ketum PEDPHI Sebut DKPP Tak Berikan Iktikad Baik Atas Putusan terhadap KPU
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (tengah) didampingi anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (kiri) membacakan vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024). Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra/rwa.

Perihal iktikad baik menjadi rujukan dalam hukum internasional maupun hukum positif dalam memutus perkara. Dalam kaitannya dengan penerimaan pendaftaran pencalonan Prabowo-Gibran sebagai Capres dan Cawapres, maka berdasarkan dalil iktikad baik, semestinya DKPP menolak gugatan.

Iktikad baik KPU ditunjukkan dengan diterbitkannya Surat KPU yang ditujukan kepada pimpinan Partai Politik yang pada pokoknya meminta Partai Politik peserta Pemilu untuk memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 dalam tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024.

Selain itu, iktikad baik KPU juga terlihat dalam pengajuan konsultasi kepada DPR guna membahas perubahan Pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU Nomor 19 Tahun 2023, termasuk juga pengajuan kepada Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perihal permohonan harmonisasi rancangan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum.

Dapat dikatakan, KPU telah memenuhi aspek subjektif dan objektif iktikad baik. Terhadap yang dilakukan KPU menunjukkan sikap jujur dan patut. Namun DKPP tidak mendasarkan keberadaan iktikad baik guna menghasilkan putusan yang sesuai dengan asas “kepastian hukum yang adil.”

Iktikad baik sejalan dengan hukum responsif. Dikatakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick bahwa hukum yang baik seharusnya memberikan suatu yang lebih daripada sekadar prosedur hukum. Selain kompeten, hukum harus juga adil. Hukum harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif. Hukum responsif berorientasi pada hasil.

Berdasarkan hukum responsif, maka berbagai langkah yang dilakukan oleh KPU terkait dengan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi selaras dengan hukum responsif. Tindakan KPU yang didalilkan sebagai pelanggaran adalah tidak benar.

Tindakan KPU didasarkan pada asas iktikad baik. Terlebih lagi, putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. Dengan demikian, tidak lagi memerlukan adanya perubahan sebagaimana didalilkan DKPP. Dalam hal Undang-Undang a quo tidak dilakukan perubahan, maka tentu tidak ada urgensi dan relevansinya jika didalilkan bahwa KPU harus terlebih dahulu melakukan perubahan atas Pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

Iktikad baik sejalan dengan pula hukum progresif. Hukum progresif memedulikan faktor perilaku. Perilaku dimaksud tentunya berdasarkan kejujuran dan kepatutan. Menurut Satjipto Rahardjo, bagi ilmu hukum progresif, hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena ilmu hukum progresif lebih mengutamakan manusia.

Ketum PEDPHI Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H merespons putusan DKPP yang memberikan sanksi peringatan keras kepada komisioner KPU.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News