Kewajiban Freeport Kepada Papua Belum Selesai

Hironimus Hilapok - Direktur Honai Perubahan Papua / Komisaris Independen PT Adhi Karya (Persero) Tbk

Kewajiban Freeport Kepada Papua Belum Selesai
Direktur Honai Perubahan Papua / Komisaris Independen PT Adhi Karya (Persero) Tbk Hironimus Hilapok. Foto: Dokumentasi pribadi

Di saat pemerintah sedang melakukan pemerataan pembangunan sampai ke daerah, Freeport membangun smelter tembaga di Gresik, bukan di Timika yang dapat memberikan dampak langsung.

Ini adalah bentuk pengulangan model pembangunan zaman Orde Baru, karena sebelumnya Freeport sudah membangun pabrik smelter di Jawa Timur di bawah PT Smelthing Gresik, bekerja sama dengan Sumitomo, perusahaan dari Jepang.

Kepentingan Papua

Hanya ada satu isu renegosiasi kontrak yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat khususnya masyarakat di Mimika dan Papua pada umumnya.

Kesepakatan itu adalah divestasi saham Freeport. Berdasarkan kesepakatan renegosiasi kontrak, Freeport harus mendivestasikan saham sampai 51 persen ke pemerintah Indonesia sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (sekarang direvisi menjadi UU No.3 Tahun 2020).

Banyak pihak beranggapan bahwa ini adalah kesuksesan besar pemerintahan Jokowi karena sukses mendivestasikan saham Freeport.

Namun, yang perlu dicermati adalah 51 persen saham Freeport yang diserahkan ke pemerintah Indonesia bukan didapat secara gratis.

MIND ID, perusahaan BUMN tambang yang ditugaskan pemerintah untuk mengolah 51 persen saham, harus mencari dana pinjaman ke luar negeri senilai 5 miliar dolar untuk membayar 51 persen saham Freeport.

Pada tahun 2019, Pemerintah Indonesia di bawah rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) sukses menyelesaikan renegosiasi kontrak dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News