Kewajiban Freeport Kepada Papua Belum Selesai

Hironimus Hilapok - Direktur Honai Perubahan Papua / Komisaris Independen PT Adhi Karya (Persero) Tbk

Kewajiban Freeport Kepada Papua Belum Selesai
Direktur Honai Perubahan Papua / Komisaris Independen PT Adhi Karya (Persero) Tbk Hironimus Hilapok. Foto: Dokumentasi pribadi

Freeport sebagai perusahaan kapitalis bukan hanya mengeksplorasi emas dan tembaga di Grasberg, tetapi mengeruk uang dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Freeport sudah menghancurkan pegunungan kami, Nemangkawi hanya tinggal kenangan, 11 pegunungan di Ertsberg hancur, tambang open pit di Grasberg dibiarkan lubang menganga tanpa ada reklamasi paska tambang.

Penghancuran alam masyarakat suku asli oleh Freeport sudah sangat mengerikan dan menghancurkan masa depan kelangsungan hidup orang Papua.

Dari 10 persen saham Freeport yang diserahkan ke pemerintah Papua, 3 persen menjadi milik pemerintah Provinsi dan 7 persen dikontrol oleh pemerintah Mimika. 

Bagaimana bisa diterima akal sehat, pemerintah Mimika harus membayar sejumlah uang di atas 2 triliun untuk membeli 7 persen saham Freeport.

Padahal, Freeport menambang di atas tanah kami seluas 215.000 hektare. Freeport menghancurkan tempat keramat, tanah leluhur kami di Nemangkawi, sungai kami dicemari, laut kami juga menjadi hilir dari pembuangan tailing Freeport.

Sudah merusak sedemikian masif, kami pemerintah daerah Mimika masih harus membayar 7 persen saham ke Freeport.

Menurut saya secara pribadi, pemerintah daerah juga masyarakat adat pasti berkeberatan untuk menerima kebijakan pembelian 10 persen saham ke pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten yang mana bebannya harus ditanggung oleh pemerintah daerah.

Pada tahun 2019, Pemerintah Indonesia di bawah rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) sukses menyelesaikan renegosiasi kontrak dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News