Kewenangan Berlebihan Jaksa di UU dan RUU Kejaksaan Dinilai Berbahaya

Kewenangan Berlebihan Jaksa di UU dan RUU Kejaksaan Dinilai Berbahaya
Ilustrasi Kejaksaan Agung. Foto: ANTARA: Asprilla Dwi Adha

jpnn.com - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, Fauzin menyoroti kewenangan berlebihan yang diberikan terhadap jaksa dalam undang-undang maupun RUU Kejaksaan.

Masalah ini menjadi topik diskusi publik bertajuk Tentang Problematika UU Kejaksaan dan RUU Kejaksaan, yang digelar koalisi masyarakat sipil di Jakarta, Rabu (19/2/2025) di Jakarta.

Dalam forum itu, Fauzin menyatakan bahwa RUU Kejaksaan merupakan revisi lanjutan dari perubahan pertama, yakni UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, yang belum terakomodir karena hanya berfokus pada perluasan wewenang.

Sementara, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak judicial review terkait kewenangan jaksa yang diatur dalam Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 yang juga berisi tentang bahaya dari kewenangan berlebihan.

"UU Kejaksaan dan Rancangan UU Kejaksaan sangat berbahaya karena memperkuat kewenangan yang berlebih," kata Fauzin, dikutip dari siaran pers terkait diskusi itu.

Menurut Fauzin, RUU Kejaksaan yang saat ini sedang bergulir semakin mengukuhkan kekuasaan kejaksaan dengan tugas dan kewenangan yang luar biasa dengan penambahan di Pasal 8.

"Potensi untuk menggunakan kejaksaan sebagai alat bagi penguasa untuk mengamankan kebijakan dan kepentingan politik sangat terbuka, jika mencermati kembali regulasi terkait revisi kedua UU Kejaksaan ini," tuturnya.

Lebih jauh, dia mengatakan bahwa hak imunitas jaksa yang diatur dalam UU Kejaksaan dan RUU Kejaksaan justru melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, Fauzin menyoroti kewenangan berlebihan yang diberikan terhadap jaksa di UU maupun RUU Kejaksaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News