Kewenangan Penyidikan Hingga Penuntutan Buat Kejaksaan Superpower Tak Bisa Dikontrol
jpnn.com, JAKARTA - Kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan dalam tindak pidana tertentu menyebabkan Korps Adhyaksa menjadi superpower.
Pengamat hukum Ade Adriansyah Utama berpandangan, jika aparat penegak hukum bersifat superbody dalam penegakan hukum maka dipastikan menimbulkan efek negatif dalam implementasinya.
Dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, hingga pemberian jasa hukum.
“Yang harusnya tiga matra hukum berkordinasi dan kerja sama ini malah terjadi persaingan dan melemahkan satu dengan lainnya, akibat kepentingan dan dukungan politik,” kata Ade dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (25/9).
Menurut Ade, kewenangan penyidikan kejaksaan dalam tindak pidana tertentu seharusnya ada pembatasan yang jelas.
Sebab bukan tidak mungkin wewenang jaksa sebagai penyidik akan membuat jaksa dapat sewenang-wenang dalam proses penyidikan.
“Bayangkan, dalam proses prapenuntutan atas penyidikan yang dilakukan jaksa dilakukan sekaligus sehingga tidak ada kontrol dari lembaga lain,” kata Ade.
Maka dengan tidak ada fungsi kontrol tersebut, jaksa sering mengabaikan permintaan hak-hak tersangka, seperti permintaan untuk dilakukan pemeriksaan saksi/ahli dari tersangka dengan tujuan membuat terang suatu perkara.
Kewenangan Kejaksaan yang bisa melakukan penyidikan hingga penuntutan dianggap terlalu superpower.
- Polda Sumsel & Kejaksaan Berkoordinasi di Kasus Penganiayaan Dokter Koas
- Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Dicopot dari Jabatan Imbas Dugaan Kasus Korupsi
- Kantor Dinas Kebudayaan DKI Digeledah Kejaksaan, Ada Kasus Apa?
- Bea Cukai & APH Berkolaborasi, Musnahkan Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika
- Catatan Politik Senayan: Penegakan Hukum yang Tidak Melecehkan Rasa Keadilan
- Kejaksaan Tangkap Buronan Kasus Korupsi Pengelolaan Mal di Pinrang