Khilafatul Muslimin
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Acemoglu melihat Amerika sebagai contoh negara yang masuk dalam koridor demokrasi karena keseimbangan kekuatan negara vs masyarakat yang seimbang karena saling mengontrol, sedangkan China dianggap berada di bawah kekuasaan monster Leviathan yang despotik karena kekuasaan negara yang terlalu kuat.
Bagaimana dengan Indonesia? Adakah kita berada di dalam koridor sempit demokrasi? Beberapa perkembangan terbaru membuat kita harus waspada supaya Efek Ratu Merah tetap bisa kita pertahankan, karena potensi Despotic Leviathan maupun Absent Leviathan ada di depan mata.
Beberapa perkembangan mutakhir menunjukkan kecenderungan pemerintah untuk menjadikan negara menjadi lebih kuat dibanding civil society.
Saat ini, praktis tidak ada kekuatan oposisi yang efektif untuk mengontrol negara.
DPR nyaris mutlak dikuasai partai-partai pendukung kekuasaan.
Lembaga anti-korupsi seperti KPK telah terkooptasi menjadi bagian dari korporatisme negara .
Media yang diharapkan menjadi pilar keempat demokrasi pengontrol kekuasaan belum bisa berperan optimal.
Revisi UU KPK dan kemudian pengesahan UU Ciptakerja Omnibus Law dan yang terbaru UU PPP menunjukkan bahwa negara membutuhkan legitimasi hukum untuk menjalankan kekuasaannya.
Sistem khilafah yang diusung oleh Khilafatul Muslimin dinyatakan bertentangan dengan Pancasila.
- Soal Band Sukatani, Rampai Nusantara Menilai Kapolri Sangat Terbuka dengan Kritik
- Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi, Tessa Bilang Begini
- Ada Dukungan Jokowi, Persis Gagal Kalahkan 10 Pemain Semen Padang
- Bendera PSI Perorangan Berkibar di Sejumlah Ruas Jalan Jakarta
- Respons Ketua KPK soal Desakan Hasto agar Memeriksa Keluarga Jokowi
- Darmizal Tegaskan Jokowi Fokus pada Kemajuan Bangsa, Bukan Partai Super Tbk