Kiai Profesor

Oleh: Dahlan Iskan

Kiai Profesor
Foto diambil dari Diway

Sebetulnya Kiai Asep sudah pula mendirikan perguruan tinggi di Pacet itu. Saya ikut peresmiannya, empat tahun lalu. Lokasinya di sebelah Amanatul Ummah.

Namanya: Institute Abdul Chalim --untuk menghormati bapaknya. Sudah pula memiliki mahasiswa dari sepuluh negara. 

Kiai Asep belum puas dengan semua itu. Ia akan terus mengembangkan pendidikan. Sampai terbayar 'dendam' nya waktu kecil.

Waktu itu awal Orde Baru. Sepanjang jalan di Jatim --arah Pandaan-- banyak berdiri pabrik baru. Mayoritas milik asing.

Ia pun berpikir siapa yang akan bekerja di situ. Pasti hanya yang berpendidikan dan yang pintar. Tidak mungkin pribumi Islam bisa bekerja di situ.

Maka Asep muda menetapkan arah hidupnya: meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Lewat pendidikan.

Itu tidak mudah. Ayahnya meninggal saat Asep masih kelas 2 SMPN 1 Sidoarjo. Tidak ada lagi kiriman bekal hidup. 

Apalagi ia anak bungsu dari 21 bersaudara.

Selama bersahabat, Gatot dan Asep hanya sekali bertengkar. Seru, lama, tak pernah terselesaikan. Itu gara-gara soal bunyi kokok ayam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News