Killing Me Softly, pak SBY
Jumat, 04 Maret 2011 – 00:10 WIB
Agak membingungkan pula wacana yang menyebut PKS lebih patut ditendang. Selain gemar berseberangan dengan kebijakan pemerintah, juga karena mempunyai empat kursi di cabinet, padahal suaranya di DPR tak sebanyak kursi Golkar, yang justru hanya meraih tiga kursi di cabinet. Dus, kebersamaan dengan Golkar layak dipertahankan. Logika apa ini?
Tampaknya kepentingannya sangat bersahaja, dan sesaat. Yakni, jika ada voting di DPR maka suara partai koalisi akan unggul. Keinginan itu ternyata tak berbanding lurus dengan fakta politik. Terbukti, walau PKS dan Golkar berseberangan dengan Partai Demokrat, usulan hak angket itu tetap gagal. Lobi dan play politics ternyata lebih menentukan.
Mestinya focus reshuffle adalah kinerja. Yang prestasinya jeblok diganti saja, tetapi yang berkinerja baik jalan terus saja. Logikanya, cabinet ditempati orang yang tepat yang memungkinkan pencapaian tujuan, yakni perwujudan kesejahteraan masyarakat.
Reshuffle yang hanya bertujuan jika ada hitung-hitungan suara di DPR terhadap kebijakan pemerintah, rasanya out of focus. Kinerja menjadi terlupakan, padahal focus itulah yang didambakan masyarakat.