Killing Me Softly, pak SBY
Jumat, 04 Maret 2011 – 00:10 WIB
Dikhawatirkan kabinet hasil reshuffle – jika jadi dilaksanakan -- lebih bernuansa politik ketimbang kinerja. Tak mustahil kelak jika kinerja merosot, partai sekoalisi tetap mendukungnya dan tidak kritis dengan alasan teman seiring harus selalu setia. Wah, ini sangat merugikan rakyat.
Reshuffle bagaimana pun adalah hak prerogatif presiden. Tetapi jika alasannya semata demi penguasaan suara di parlemen, patut ditinjau ulang. Kembalilah kepada alasan murni dari reshuffle, yakni the right man on the right place.
Lagipula kita menganut kabinet presidensial, bukan parlementer! Sayangnya, praktek kenegaraan kita telanjur bak kabinet parlementer. Tidak mengherankan jika penentuan siapa yang duduk di cabinet selalu ditentukan oleh partai pendukung. Presiden terpilih seolah-olah tersandera menampung aspirasi partai politik pendukung.
Nah, jika reshuffle ditempuh juga pasca gagalnya hak angket mafia pajak, tiba masanya presiden melakukan berdasarkan kinerja. Bukan berdasarkan dukungan politik.