Kiprah Kartini-Kartini Penjaga Martabat Hukum di Indonesia (2)
Perkara Menumpuk, Dua Hari Sekali Periksa Tekanan Darah
Selasa, 21 April 2009 – 06:56 WIB
Menurut dia, sistem suara terbanyak yang ditetapkan MK sangat merugikan perempuan. ''Terdapat kontradiksi dalam putusan itu,'' ungkapnya.
Menurut dia, ketika di satu sisi MK mendukung adanya affirmative action bagi perempuan, di sisi lain mereka seakan menafikannya dengan menganut sistem suara terbanyak. Sebab, affirmative action dalam pasal 55 ayat (2) itu dianggap sia-sia bila sistem penetapan caleg menggunakan suara terbanyak.
''Tujuan tindakan affirmative adalah mendorong jumlah perempuan lebih banyak di parlemen. Karena itu, menggantinya dengan suara terbanyak identik dengan menafikan tindakan affirmative tersebut,'' tegas alumnus Vrije Universiteit, Amsterdam, Belanda, tersebut.
Istri Soeparto itu bersyukur karena mampu menjadi satu-satunya wanita di antara sembilan hakim MK. Namun, dia tampak rendah hati dan menolak disebut keberadaannya di MK adalah mewakili perempuan Indonesia. Bagi dia, sebutan itu terlalu tinggi dan berlebihan.
Di antara sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maria Farida Indrati adalah satunya-satunya perempuan. Meski demikian, dia tak mau dianggap sekadar
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408