Kiprah Tim Hukum UI di Kompetisi Internasional Arbitrase Semu di Austria
Bangga Bisa Ungguli Harvard, Leiden dan Washington
jpnn.com - Implementasi hukum di Indonesia dicap buruk karena aroma suap dan penegakannya tebang pilih. Namun, tidak demikian tim mahasiswa hukum UI yang mengukir prestasi di kompetisi arbitrase semu (simulasi) tingkat internasional.
M. HILMI SETIAWAN - Jakarta
HUJAN deras yang mengguyur ibu kota Jumat (2/5) tidak menyurutkan niat Jeremiah Purba untuk berkunjung ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pria yang menjadi ketua tim UI di lomba hukum arbitrase itu meluncur dari kampus UI di Depok dengan menggunakan kereta rel listrik.
Setiba di kompleks Kemendikbud, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) UI angkatan 2010 tersebut menceritakan sepak terjang timnya di lomba paling bergengsi di kalangan mahasiswa hukum itu. Dia mengungkapkan, tim yang dipimpinnya terdiri atas Artika Nuswaningrum (mahasiswi angkatan 2013), Asri Rahimi (2011), Kezia Minar Paladina (2012), dan Putri Meisita Kusuma (2010). Sedangkan pelatih mereka adalah Prasetyo Pratama Sukirno.
Keikutsertaan mereka di kontes hukum arbitrase dunia tersebut dimulai dari ”ajang pencarian bakat” di kalangan mahasiswa FH UI. ”Ketika itu masa seleksi sekitar Agustus dan yang diseleksi sekitar 30 orang. Tim ini terbentuk September,” kata remaja kelahiran Goettingen, Jerman, 26 Mei 1990, itu.
Setelah tim terbentuk, latihan pun mulai digeber. Latihan tersebut sedikitnya berjalan sekitar enam bulan. Selama itu, waktu mereka tersedot habis untuk persiapan perlombaan yang bakal digelar di Wina, Austria, tersebut. Persiapan itu menyedot tenaga ekstra karena mereka akan bersaing dengan 291 kampus dari 67 negara. ”Waktu untuk keluarga dan pacar pun tinggal sedikit. Karena selepas kuliah harus latihan,” kata Jeremiah.
Dia menjelaskan, latihan bisa sampai malam. Bahkan, tidak jarang mereka harus menginap di kampus UI untuk menuntaskan persiapan tadi. Mereka harus merumuskan contoh masalah atau perkara yang telah disodorkan. Panitia lomba yang diprakarsai United Nations Commission on International Trade Law (Uncitral) dan Austrian Federal Economic Chamber itu mengajukan contoh masalah yang lumayan pelik.
Perkara tersebut, ada sebuah rumah sakit (RS) milik negara (sejenis BUMN) yang meneken dua kontrak pembelian alat pendeteksi sekaligus pengobatan kanker ke pihak swasta. Kontrak pertama adalah membeli alat dengan teknologi lama. Fungsi alat teknologi lama itu adalah mendeteksi kanker pada pasien secara pasif.
Implementasi hukum di Indonesia dicap buruk karena aroma suap dan penegakannya tebang pilih. Namun, tidak demikian tim mahasiswa hukum UI yang mengukir
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408