Kisah Ishak, 25 Tahun jadi Petugas Cleaning Outsourcing di Gedung DPR
Tak Pernah Naik Pangkat, Dua Anak Terpaksa Putus Sekolah
Kamis, 04 Oktober 2012 – 00:40 WIB
Sistem kerja outsourcing kerap dipersoalkan karena dianggap tak manusiawi. Namun sempitnya lapangan kerja di Jakarta membuat banyak orang pasrah dan menerima pola outsourcing hanya demi menyambung hidup. Salah satu contohnya adalah Ishak, pekerja outsourcing yang sudah 25 tahun menjadi petugas cleaning service di Gedung DPR RI.
Ayatollah Antoni, Jakarta MENGAWALI kerja pada tahun 1987 setelah bergabung dengan PT Metro Klina Agung, Ishak langsung ditempatkan di Gedung DPR RI. Hanya bermodal ijazah sekolah menengah pertama (SMP) yang sekarang tak berbekas akibat banjir, Ishak ditugasi sebagai cleaning service di gedung wakil rakyat yang terhormat itu. "Sejak pertama kerja sudah (ditempatkan) di DPR," ucapnya dengan suara agak keras saat ditemui di salah satu toilet gedung DPR RI, Rabu (3/10). Volume suaranya memang sering terdengar meninggi. Maklum, pria kelahiran Bogor, 6 Februari 1964 itu sudah puluhan tahun mengalami gangguan pendengaran. Keterbatasan ekonomi membuat Ishak tak pernah mengobati pendengarannya yang bermasalah.
Ayatollah Antoni, Jakarta
Pernah suatu ketika akibat pendengaran yang bermasalah, Ishak yang disuruh membeli meterai justru membeli baterai. "Sudah sejak kelas enam SD seperti ini (gangguan pendengaran). Awalnya karena tertabrak mobil," ceritanya sembari memegang alat pel.
Dengan sistem outsourcing, Ishak mengaku sudah puluhan kali ganti perusahaan. Kini ia di bawah naungan PT Mega Primatama. Sebelum bergabung dengan PT Mega Primatama, Ishak juga pernah bekerja di PT Bina Karya Swadaya (BKS).
"Dulu sebelum dengan BKS pernah sama Mega juga," ucapnya. "Saya lupa berapa kali pindah (ganti perusahaan). Udah banyak," lagi-lagi Iskak menimpali pembicaraan dengan suara meninggi.
Ishak yang sudah dua tahun ini mendapat tugas membersihkan toilet di samping pressroom DPR RI memang mengantongi gaji di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2012 yang dipatok Rp 1,52 juta. "Sebulan dapatnya Rp 1,8 juta," sebutnya.
Namun dengan gaji itu Ishak harus menghidupi istri dan lima anaknya. Terang saja dengan gaji minim untuk standar hidup di Jakarta itu Ishak tak bisa menabung. "Setiap bulan habis buat bayar pinjaman ke tetangga dan kontrakan rumah. Bayar cicilan tivi buat hiburan anak-anak pego (Rp 150 ribu)," keluhnya.
Untuk bayar kontrakan rumah, Ishak harus mengeluarkan Rp 175 ribu per bulan. Ia memilih mengontrak rumah kecil di Desa Cilejet, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Alasannya, gajinya tak mungkin cukup jika menyewa rumah di Jakarta dengan lima orang anak.
Sistem kerja outsourcing kerap dipersoalkan karena dianggap tak manusiawi. Namun sempitnya lapangan kerja di Jakarta membuat banyak orang pasrah
BERITA TERKAIT
- Hindari PHK Massal, Pemda Bakal Outsourcing Honorer yang Tak Masuk Database BKN
- Seleksi PPPK 2024: Inilah Solusi Honorer Tidak Masuk Database BKN, Jangan Kaget ya
- Expo Clean & Laundry Rangkul UMKM Saling Bertukar Pikiran
- Buruh Tolak Outsourcing, Pak Bupati: Honorer Ada yang Mengabdi 25 Tahun
- Home Cleaning Service Bisa Jadi Alternatif Saat ART Mudik Lebaran
- Tunda Penghapusan Honorer, Jangan Alihkan Tenaga Non-ASN ke Outsourcing