Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari

Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari
Massa memadati salah satu ruas jalan di Jakarta Pusat pada saat peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Foto: Antara

jpnn.com - PADA hari-hari menjelang pertengahan Januari 1974, sinar matahari kerap terhalang mendung yang menaungi Jakarta. Namun, tensi politik di Jakarta pada waktu itu justru memanas, bahkan membara.

Kerusuhan pecah pada 15 Januari 1974 bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta.

Awalnya, para mahasiswa yang mengonsentrasikan kekuatannya di kampus Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta Pusat, hendak mendemo PM Tanaka.

Mereka ingin berdialog dengan Tanaka untuk memprotes praktik ekonomi Jepang yang mendominasi Indonesia saat itu. Namun, aksi untuk menentang kebijakan ekonomi Orde Baru yang pro-modal asing itu justru berakhir ricuh.

Saat itu, pusat pertokoan Glodok dijarah, Proyek Pasar Senen dibakar, ratusan mobil juga hancur di jalanan, bahkan belasan orang meninggal dunia. Itulah peristiwa yang kemudian dikenal dengan Malapetaka 15 Januari.

Peristiwa yang kemudian dikenal dengan akronim Malari itu membuat Jenderal Soemitro lengser dari jabatannya. Saat kerusuhan besar melanda Jakarta, Pak Mit -panggilan kondangnya- merupakan Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Pangkokamtib).

Tokoh militer asal Probolinggo, Jawa Timur, tersebut juga punya jabatan lain yang mentereng. Dia adalah Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sebuah institusi yang kini lebih dikenal dengan nama TNI.

Ada cerita tentang keris sebelum Malari meletus. Kisah itu didedahkan dalam biografi Soemitro yang ditulis Ramadhan K.H.

Ada cerita tentang keris sebelum Malari meletus. Kisah itu didedahkan dalam biografi Soemitro yang ditulis Ramadhan K.H.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News