Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari

Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari
Massa memadati salah satu ruas jalan di Jakarta Pusat pada saat peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Foto: Antara

Teriakan ‘Hidup Pak Mitro’ kerap menggema saat tentara yang dikenal suka berbicara blak-blakan itu bertemu dengan mahasiswa. Mantan Pangdam Brawijaya itu juga dikenal dekat dengan kalangan ulama.

Soemitro pun berujar kepada Supangkat. Jika maksud di balik pemberian keris itu berarti Soemitro harus melawan Soeharto, tokoh kelahiran 13 Januari 1927 itu memilih menolaknya.

Menurut Soemitro, dirinya tidak akan menentang Soeharto. “Saya tidak akan menerima keris ini,” tuturnya.

Waktu itu Soemitro berintuisi bahwa seseorang sedang berupaya menjebaknya.  Sontak Supangkat dan seorang temannya memandangi sang sahibulbait.

Keputusan Soemitro menolak pemberian berupa senjata tajam bersarung itu juga mengingatkannya akan falsafah keris bagi orang Jawa. Keris, bagi orang Jawa, bukan semata-mata senjata, melainkan sebagai _ageman_ sehingga pemiliknya pun memancarkan aura yang pantas dihormati.

Orang Jawa meyakini keris memiliki ikatan spiritual dengan pemiliknya. Oleh karena itu, keris dan pemiliknya harus saling cocok.

Dalam pertemuan yang berlanjut sampai 13 Januari dini hari itu, Pak Mitro merasa tidak cocok dengan keris bawaan Supangkat.

Dia juga menjelaskan soal falsafah keris tersebut kepada Supangkat. Akhirnya, Pak Mitro meminta tamunya pergi dan membawa serta keris tersebut.

Ada cerita tentang keris sebelum Malari meletus. Kisah itu didedahkan dalam biografi Soemitro yang ditulis Ramadhan K.H.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News