Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari

Kisah Jenderal TNI Menolak Keris sebelum Malari
Massa memadati salah satu ruas jalan di Jakarta Pusat pada saat peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Foto: Antara

“Mungkin inilah penjelasan terbaik bahwa bagi orang Jawa, keris adalah semacam pakaian, bagian dari yang kita pakai,” katanya.

Kisah lain menjelang Malari terjadi pada 13 Januari 1974 malam. Saat itu Soemitro masih berada di kantornya untuk menerima tamu bernama Hisbullah Uda dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim.

Soemitro mengaku mengenal Hisbullah karena sebagai tentara pernah menjadi Panglima Kodam Brawijaya. Pada pertemuan itu, Hisbullah mengaku membawa pesan dari dari Kiai As'ad Syamsul Arifin, ulama karismatik yang sangat dihormati nahdiyin.

“Beliau (Kiai As’ad) mengatakan bahwa Pak Mitro harus bertindak cepat,”  tutur Soemitro mengutip Hisbullah yang membawa pesan dari kiai kondang asal Situbondo tersebut.

“Jika Anda tidak melakukannya, Pak, Anda akan jatuh,” imbuh Soemitro menukil ucapan tamunya.

Namun, saat itu Soemitro memang tidak bertindak untuk melakukan pencegahan. Dia kadung memercayai dua jenderal kepercayaan Pak Harto, yakni Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani.

Keduanya adalah tokoh yang sangat berpengaruh di militer dan pemerintahan. Baik Ali maupun Soedjono merupakan asisten pribadi atau aspri bagi Presiden Soeharto.

Memang akhirnya kerusuhan melanda Jakarta pada 15-16 Januari 1974. Jurnalis senior Panda Nababan menyebut Malari membuat Jakarta benar-benar kacau.

Ada cerita tentang keris sebelum Malari meletus. Kisah itu didedahkan dalam biografi Soemitro yang ditulis Ramadhan K.H.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News