Kisah 'Laskar Pelangi' dari Timor Tengah Selatan, NTT
1,5 Jam Taklukkan Medan Terjal Menuju Sekolah
Rabu, 29 Februari 2012 – 00:09 WIB
Jika pun mereka terlambat cukup lama, pihak sekolah juga memberikan sanksi yang bersifat edukatif. Misalnya, menyiram bunga di taman sekolah atau menghafal Pancasila sampai Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain, aktivitas pertambangan batu mangan di Desa Supul cukup rentan bagi anak-anak. Sebab, tak sedikit yang ikut bekerja meski masih sekolah. Para pelajar biasanya datang ke lokasi tambang sepulang dari sekolah. Mereka nekat ke lokasi itu karena semua anggota keluarganya ada di pertambangan.
"Di rumah tak ada siapa-siapa. Jadi, pulang sekolah, saya langsung ke sini (lokasi tabang, Red)," kata Daud Bell, 15, yang duduk di bangku kelas VIII SMP.
Untuk sampai di lokasi tambang, dari kediamannya di Desa Nusa, dia harus naik-turun gunung sejauh 12 kilometer. Sesampai di lokasi tambang, dia ikut mengais batu mangan. Tindakan mereka cukup membahayakan karena tak dilindungi dengan peralatan apa pun.
Pendidikan menjadi barang yang mahal di daerah terpencil seperti Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mencapai sekolah, anak-anak
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408